JAKARTA, tpcom- Perbankan penyedia KPR bersubsidi dan pengembang rumah program subsidi harus memiliki itikad yang baik dalam memenuhi persyaratan rumah tepat sasaran dan pemenuhan kualitas produk yang telah ditentukan pemerintah, sehingga diharapkan subsidi yang disediakan negara sampai kepada kelompok sasaran.
Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat per 14 Juni 2021 telah menyalurkan anggaran subsidi perumahan rakyat mencapai 44,84% dari target penyaluran senilai Rp19,1 triliun pada tahun ini. Dari sisi unit yang sudah dibiayai mencapai 78.250 unit atau 50% dari target 157.500 unit.
Terkait dengan hal ini, bagi pengembang dan perbankan ada komitmen untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh pemerintah tersebut. Akan tetapi mereka meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan kembali prosedur yang ditetapkan karena sejauh yang dirasakan oleh pengembang hal itu menjadi hambatan yang sulit untuk dipenuhi.
Demikian pokok-pokok pikiran yang mengemuka dalam seminar online (webinar) yang digelar oleh Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) tentang “Optimalisasi Dukungan Bank Pelaksana Demi Menjamin KPR Bersubsidi Lebih Tepat Sasaran” yang berlangsung Selasa (15/6).
BACA JUGA: HUD Institute Tegaskan Kembali Maklumat Soal Hak Perumahan Bagi Warga
Arief Sabaruddin, Direktur Utama Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP), mengatakan pihaknya menggunakan kemajuan teknologi untuk mendorong peningkatkan kualitas penyediaan perumahan rakyat sehingga masyarakat mendapatkan pasokan rumah yang berkualitas dan anggaran subsidi yang disediakan oleh pemerintah bernilai optimal bagi masyarakat.
“Kami menggunakan kemajuan teknologi untuk kemajuan dalam program perumahan. Termasuk menggunakan artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Kita jadi teknologi aplikasi sebagai tool. Tentu akan ada kendala dan hambatan tapi akan terus diperbaiki dan dismpurnakan,” ujar Arief dalam webinar tersebut.
Dalam hal ini, tambahnya teknologi dan aplikasi yang dibangun ditujukan untuk menjaga kualitas produk rumah yang disediakan oleh pengembang dan menjaga penyaluran program perumahannya menjadi tepat sasaran.
Menanggapi hal ini, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division BTN Moch. Yut Penta mengatakan pihak bank mendukung kedua hal yang menjadi perhatian oleh pemerinatah selaku pemilik program perumahan rakyat.
“Kegiatan utama perbankan itu adlah mengelola risiko yang terkait pembiayaan. Jadi penting untuk menjaga program hunian bersbusidi ini tepat sasaran dan terjaga kualitas rumahnya. Ini jadi penting karena ada pengaruhnya terhadap kelancaran ansuran dari dibitur,” ujarnya.
Sedangkan, Joko Suranto Presir Buana Sassiti Group, mengatakan pihaknya juga mendukung tuntutan agar pasokan rumah bersubsidi memenuhi kualitas yang ditentukan dan tepat sasaran. Hanya saja, dalam pelaksanaannya yang menggunakan aplikasi SiPetruk itu sulit diimplementasikan di lapangan sehingga menganggu proses bisnis di lapangan.
“Sampai kini kami masih kesulitan untuk mengikuti implementasi SiPetruk sehingga kami juga terganggu dalam kegiatan penjualan. Kami harapkan pemerintah mau kembali untuk mengkajinya untuk mengatasi kesulitan yang kami hadapi. Kami harapkan aturan ini juga bisa membantu pengembang,” kata Joko.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Eko Djoeli Heripoerwanto, mengatakan dalam Arah Kebijakan Sektor Perumahan 2020-2024 terdapat misi untuk meningkatkan akses masyarakat secara bertahap terhadap perumahan dan permukiman layak dan aman yang terjangkau untuk mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni.
“Peningkatkan kualitas rumah rakyat itu menjadi target pemerintah yang harus dicapai paling lambat 2024,” katanya.
BACA JUGA: Perumahan Rakyat Antara Kewajiban Pemerintah dan Peran Pengembang Swasta
Ada beberapa poin yang menjadi temuan BPK dn Itjen Kementerian PUPR menjadi perhatian oleh Eko, di antaranya (1) Kurangnya sosialisasi dalam penghunian rumah bersubsidi (tapak dan susun); (2) Ditemukan rumah KPR Bersubsidi belum memenuhi standar laik fungsi, baik dari sisi kualitas konstruksi, penyediaan PSU maupun administrasi; (3) Ditemukan rumah KPR Bersubsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan; (4)Keterlambatan penyaluran SBUM oleh Bank Pelaksana; (5) Keterlambatan penyetoran dana bergulir dan tarif dana FLPP oleh bank pelaksana ; (6) Terjadinya rumah yang tidak dihuni, disewakan, atau dipindah tangankan sebelum 5 tahun atau 20 tahun; dan (7) Terjadinya dua rumah KPR Bersubsidi digabung menjadi satu rumah.