Lippo Group, tiba-tiba menyentak perhatian publik nasional sejak sepekan lalu. Group usaha yang kuat di bisnis properti ini merilis Meikarta, proyek kota mandiri modern seluas hampir 500 ha di Cikarang, berjarak sekitar 50-60 kilometer arah Timur, Ibukota Jakarta.
Proyek ini sesungguhnya bukan proyek yang benar-benar baru. Sebab pembangunan Meikarta yang setara dengan luas 22 juta m2 itu sudah dirancang sejak 2014 dan juga sudah lama menjadi properti kawasan industri terpadu milik Lippo. Tetapi, rilisnya sangat menyentak karena kolosal nilai investasi yang akan dibenamkan disebut Lippo mencapai Rp278 triliun.
Pekerjaan fisiknya sendiri sudah dimulai sejak Januari 2016 dengan skedul membangun sampai 100 gedung pencakar langit yang tingkat ketinggian berkisar 35 lantai hingga 46 lantai.
Proyek ini menjadi proyek internasional dengan melibatkan banyak mitra investor bonafid dari Jepang, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Qatar. Nama- nama investor terkenal seperti Mitsubishi, Toyota, dan Sanko Soflan akan turut dalam proyek pembiayaannya yang akan menelan dana mencapai Rp278 triliun tersebut.
Gagasan Meikarta sesungguhnya bukan hal baru bagi Lippo. Apa yang dilakukan oleh Lippo Group dengan Meikarta- nama yang mengacu kepada nama Ibu dari James Riady atau istri dari Mochtar Riady, Pendiri Lippo Group, justru telah lebih dulu memiliki proyek berkelas serupa, Lippo Village atau dulu dikenal dengan nama Lippo Karawaci di Tangerang. Kawasan kota mandiri seluas 1.300 hektare atau hampir tiga kali lipat Meikarta dengan kualitas lingkungan setara Eropa. Kawasan ini sudah dibangun sejak 1991 oleh keluarga pengusaha asal Malang tersebut, menjadi pelopor pembangunan gedung jangkung pertama di pinggiran Jakarta. Masuk ke kawasan Lippo Village serasa kita masuk dalam perkotaan di Eropa dalam segala hal.
Lalu apa yang menarik dari Meikarta? Pendapat Bima Setiaji, analis NH Korindo Sekuritas, sangat relevan untuk melihat strategi Lippo group dalam menggarap Meikarta. Menurut dia, prospek pasar properti di Cikarang memang sangat potensial untuk horison jangka panjang dengan perkembangan intensitas pembangunan sejumlah infrastruktur di lingkaran wilayah tersebut. Mulai dari pengembangan Pelabuhan Patimban, Bandara Kertajati, Kereta Cepat Jakarta—Bandung, dan Tol Layang Jakarta—Cikampek.
Dengan kebijakan pengembangan infrastruktur yang masif itu diyakini Cikarang menjadi epicentrum baru dalam tata ruang perekonomian di masa depan.
“Pembangunan ini untuk menjadikan koridor Jakarta-Bekasi-Cikarang-Bandung sebagai Shenzhen-nya RI dan pusat ekonomi terpenting di Tanah Air. Pemerintah mencukupi segala kebutuhan infrastruktur dasar menunjang pembangunan tersebut,” kata Presiden Meikarta Ketut Budi Widjaja, seperti dilansir oleh Beritasatu.com pada Senin (8/5) lalu.
Lippo Group mempunyai bacaan sebagaimana dilansir oleh Harian Bisnis Indonesia, sekitar 60% perekonomian nasional terpusat di koridor Jakarta—Bandung dan 70% di antaranya bergerak di sekitar kawasan industri Cikarang dan Bekasi. Kawasan ini akan menjadi magnet ekonomi, mengingat Asean merupakan masa depan perekonomian dunia dan Indonesia menjadi wilayahnya yang terpenting.
Soal Meikarta sendiri, Ketut mengatakan pihaknya sudah mulai membangun 250.000 perumahan di Cikarang dalam tahap pertama dengan proyeksi bisa menampung lebih dari satu juta komunitas perkotaan. Tahap pertama proyek itu akan diselesaikan dalam waktu sekitar tiga tahun ke depan.
Lippo menawarkan properti dengan harga berkisar Rp12,5 juta per m2, lalu didukung dengan skim kredit kepemilikan rumah atau apartemen dengan tenor kredit cukup panjang, berkisar selama 20 tahun hingga 25 tahun dengan tingkat suku bunga 8,25%
Lippo sendiri menyebutkan harga properti di sekitar koridor Bekasi—Cikarang mencapai kisaran Rp18 juta—Rp20 juta per meter persegi untuk proyek properti terbaik di kawasan tersebut.
Bodebekarpur Yang Kencang Menggeliat
Dalam lima tahun terakhir terlihat perkembangan koridor Bekasi- Cikarang tumbuh dengan pesat dalam hal pertumbuhan proyek properti. Lihat saja pertumbuhan properti high rise berupa hotel, perkantoran dan apartemen hingga pusat perbelanjaan kelas AB sangat masif di ruas tersebut.
Perkembangan gedung jangkung, terutama apartemen dan hotel sudah mendekati intensitas yang terjadi di TB Simatupang, yang kini jadi barometer kawasan bisnis baru di Ibukota.
Kondisi ini sepertinya menjadi penebal keyakinan Lippo untuk memulai proyek Meikarta. Perusahaan besar ini mengambil momentum untuk mengolah cadangan lahannya di Cikarang yang luasnya mencapai 500 ha tersebut.
Bodebekarpur atau kawasan integrasi Bogor- Depok- Bekasi- Kerawang, dan Purwakarta sudah menjadi kawasan rintisan kesatuan tata ruang oleh Pemprov Jawa Barat. Bahkan, Jabar sudah memiliki Perda tentang RTRW Bodebekarpur dengan harapan kawasan ini menjadi kekuatan ekonomi utama di masa depan dengan segala potensi yang dimilikinya.
Dan, Lippo bukan satu satu-nya pengembang yang memiliki ambisi besar untuk menggali potensi kawasan tersebut. Ada pengembang ternama lain yang juga sudah masuk ke kawasan tersebut. Salah satunya adalah SD Darmono dengan Jababeka-nya di Cikarang.
Darmono, pengusaha asal Mengelang yang sangat dikenal oleh kalangan investor asal Jepang ini telah berhasil membangun kawasan kota mandiri Jababeka seluas 5.600 hektar tersebut.
Artinya, masuknya Meikarta di Cikarang akan makin meramaikan pertumbuhan kawasan berkualitas di wilayah ekonomi Bodebekarpur. Kawasan yang disebut- sebut menguasai 70% dari porsi perekonomian poros Jakarta- Bandung, tempat berdiamnya sekitar 60% dari porsi perekonomian Indonesia.