Beranda Opini Disruption: Mengangkat Value Properti Dengan Visi & Imajinasi

Disruption: Mengangkat Value Properti Dengan Visi & Imajinasi

0
BERBAGI
Lansekap Alam Sutera. (Dok. Alam Sutera)

TPCOM, Feature– Nokia masih menjadi produk ponsel terhebat di dunia hingga satu dekade yang lalu. Produk asal Finlandia ini mendominasi pasar ponsel dunia pada waktu itu.

Nokia adalah kebanggaan bangsa Finlandia di bidang industri teknologi, memiliki lebih dari 132.000 karyawan yang tersebar di 120 negara. Perusahaan ini melakukan penjualan di 150 negara dengan total pendapatan tahunan secara global sekitar €42 miliar pada tahun 2010. Begitu digjayanya Nokia ini sampai menguasai sepertiga dari kapitalisasi pasar di Bursa Efek Helsinki (OMX Helsinki) pada 2007.

Di Indonesia, Nokia menjadi bagian dari pergumulan dalam sejarah awal melek orang Indonesia menggunakan ponsel pada era awal 2000-an. Itu terjadi sebelum BlackBerry mengambil alih kepemimpinan pasar smartphone di Indonesia dengan fitur andalannya yang merebut perhatian, BlackBerry Messenger (BBM).
Lalu muncul lagi produk teknologi ponsel terbaru dari Apple dengan Iphone-nya yang menawarkan sistem operasi iOS dan Google hadir dengan sistem operasi Android yang digunakan pada berbagai ponsel pintar, terutama Samsung yang menjadi pesaing utama Iphone.
Nokia yang hingga 2007 masih menjadi penguasa pasar dan BlackBerry yang dengan BBM-nya, secara mengejutkan terjun bebas menjadi produk yang tidak populer lagi di mata konsumen gadget di jagat raya ini.

Iphone dan Android telah memikat hati pengguna smartphone sejak awal kemunculannya pada awal 2007-an, karena kemudahan yang diberikan, diantaranya melalui teknologi layar sentuhnya. Iphone dan Samsung mulai terlihat merajai pasar ponsel pintar di dunia sejak awal 2008. Tak pelak Nokia ambruk hingga muncul aksi korporasi yang mengejutkan dunia, Microsoft mengakuisisi Nokia senilai US$7,2 miliar pada September 2013.

Pakar Manajemen yang juga Guru Besar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menyebut fenomena ini sebagai sebuah peristiwa disrupsif dalam dunia manufaktur teknologi ponsel. Nokia telah didisrupsi oleh BlackBerry, lalu keduanya didisrupsi lagi oleh Iphone dan android.
Disrupsi adalah persoalan tentang fenomena lawan-lawan tak terlihat- dan bisa pula lawan yang dianggap remeh yang kemudian muncul sebagai raksasa yang mengalahkan produk mapan melalui terobosan dan inovasi produk yang mereka ciptakan. Di sisi lain, produk mapan berusaha mempertahankan dominasi pasarnya. Dalam kisah Nokia dan BlackBerry ternyata sebagai produk mapan, keduanya gagal mempertahankan dominasi karena terdisrupsi oleh pesaing baru yang membawa dan mengusung inovasi produk yang lebih disukai oleh pasar.

Lansekap LippoVillage di Karawaci. (Dok. Lippokarawaci.co.id)

Disrupsi Klaster Properti di Poros Serpong- Karawaci

Persaingan dalam industri properti di tanah air, terutama di wilayah Jabodetabek juga mengalami fenomena disruption, dimana pengembang yang bertahun-tahun menjadi pemimpin pasar, tiba-tiba terkena jadi sasaran disrupsif oleh pengembang lain.
Fenomena disrupsif ini bisa kita lihat secara dinamis terjadi di kawasan Serpong- Karawaci. Pengembang Alam Sutera membuat terobosan dengan membangun jalan akses langsung ke jalan tol Jakarta-Merak pada 2009. Pembangunan jalan akses langsung ke jalan tol itu membuat kawasan Alam Sutera memiliki akses strategis dan mandiri yang tidak perlu lagi lewat melalui pintu tol Kebun Nanas di Jalan MH Thamrin dan menyisir jalan Serpong yang padat.
Bahkan dampaknya meluas, dimana masyarakat yang bermukim di wilayah Serpong hingga bundaran Alam Sutera tidak perlu lagi masuk ke pintu tol Kebun Nanas. Bahkan warga yang bermukim di wilayah Kunciran dan Serpong bisa turut menggunakan akses tersebut untuk menuju ke Jakarta.

Mal Aeon BSD City. (Repro)

Gebrakan Alam Sutera ini terbukti mampu mengangkat pamor dan value kawasan Alam Sutera yang sebelumnya berada di bawah bayang-bayang BSD City, milik SinarmasLand yang menjadi pemimpin pasar properti kawasan di kawasan Serpong. Alam Sutera kemudian menjadi kawasan yang sangat hidup, sehingga mempercepat pertumbuhan area komersial dan hunian di area seluas 700 hektare tersebut.
Berselang setahun pada 2010, giliran Lippo Group menggebrak dengan membangun fly over (FO) Simpang Susun Lippo Village yang bisa disebut sebagai aksi disrupsif fase kedua, setelah terobosan akses tol oleh Alam Sutera- yang bertujuan untuk mengalahkan- minimal mengimbangi dominasi kawasan Serpong yang digawangi oleh pengembang Sinarmas dan Alam Sutera.
“Permukiman di Kawasan Lippo Karawaci [red: Lippo Village] telah berkembang dengan pesat didukung dengan fasilitas pendidikan, mall, rumah sakit dan sebagainya. Semula, rute menuju Jakarta dengan memutar di Legok. Dengan pembangunan FO Simpang Susun ini, masyakarat mendapatkan akses langsung menuju Jakarta,” ujar Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum saat meresmikan pengoperasian FO itu pada tujuh tahun yang lalu, sebagaimana dilansir oleh datajembatancom.
Langkah Lippo ini menjadi sebuah inovasi dan langkah smart untuk menaikan daya saing kawasan miliknya di Karawaci yang tengah menghadapi persaingan ketat dari kawasan yang ada di sebelahnya, di Serpong.
Sinarmas sendiri dengan BSD City-nya merasakan dampak dari terobosan yang dilakukan oleh kedua pengembang tersebut, terutama terobosan yang dibuat oleh Alam Sutera. Tetapi kemudian, SinarmasLand mulai menjalankan jurus baru yang bisa pula kita sebut sebagai disrupsi fase ketiga, yaitu menggebrak melalui pengembangan landbank-nya yang berada di seberang kali aliran sungai Cisadane. Sinarmas bisa dikatakan sudah menuntaskan pengembangan 3000 hektare lahannya di sisi timur Cisadane, sehingga kemudian beralih ke seberang, dimana ada cadangan lahannya seluas 3000 hektare lagi di sana. Di kawasan pengembangan barunya tersebut, Sinarmas memiliki dua pesaing sekaligus partner, yaitu Paramount Serpong dan Summarecon Serpong.

Desain gambar Scientia Residences Apartment Summarecon Serpong (Dok. Info Properti Serpong)

Di kawasan tersebut, Sinarmas membangun proyek masterpiece, diantaranya Aeon Mall BSD City dengan luas 75.000 m2. Mal baru ini berdiri di tengah populernya Living World Alam Sutera yang luasnya mencapai 140.000 m2. Tidak jauh dari Aeon, sudah ada pula berdiri terlebih dahulu, yaitu Summarecon Mall Serpong dengan luas 65.000 m2. Tetapi Sinarmas tidak hanya membangun Aeon, ada pula Indonesia Convention Exhibition – ICE BSD City. Sebuah kawasan expo yang langsung menggebrak di industri pameran di tanah air. Pusat expo dengan total luas ruang mencapai 220.000 m2 yang didukung oleh ruang parkir yang mampu menampung 5.000 kendaraan.
Dalam beberapa tahun ke depan, pengembang yang bermain di koridor Serpong- Karawaci akan terus saling mengedisrupsi untuk menaikan daya saing mereka. Fenomena disruptif di kawasan itu memunculkan dampak positif bagi kualitas kawasan, dimana pembangunan kawasan menjadi lebih baik. Saat ini, kalau kita menyusuri seberang Cisadane yang terkoneksi antara BSD City dan Summarecon Serpong dengan Paramount Serpong, bahkan hingga ke Lippo Karawaci, atau koridor Serpong dari Alam Sutera ke BSD City tampak indah. Tak berlebihan kalau dibilang kita bagaikan tengah berada di Singapura. Susur jalannya bahkan mungkin lebih bagus lagi dibandingkan dengan beberapa sudut Singapura.
Oleh karena itu, saling mengedisrupsi antar pengembang di kawasan Serpong- Karawaci adalah berkah bagi publik, bahkan bagi pemerintah yang mendapatkan aset perkotaan yang berkualitas yang dibiayai sepenuhnya oleh pengembang properti.

  • OPINI

LEAVE A REPLY