Jakarta dan kawasan integrasi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau lebih dikenal dengan sebutan Jabodetabek itu semakin dekat dengan wajah integral metropolitan sesungguhnya.
Pembangunan subway- mass rapid transit (MRT) di inti kota DKI dan kereta cepat ringan- light rail transit (LRT) untuk antar wilayah di Jabodetabek membuka ruang strategis baru bagi pengembangan titik-titik komersial baru dalam pengembangan proyek properti terpadu antara hunian, komersial, dan perkantoran.
MRT dan LRT menjadi alur untuk mengelola lalu lintas warga kota sehingga setiap area pemberhentian atau persinggahannya bisa menjadi titik komersial untuk pengembangan pusat ritel, hunian dan perkantoran.
PT Mass Rapid Transit Jakarta, selaku pengelola proyek MRT sudah menyiapkan rencana pengembangan stasiun- transit oriented development (TOD)-nya. Perusahaan jasa transportasi publik perkotaan itu menjajaki kerjasama dengan developer untuk pengembangan kawasan properti komersial di setiap TOD.
TOD merupakan suatu konsep pembangunan transportasi yang bersinergi dengan tata ruang guna mengakomodasi pertumbuhan baru dengan memperkuat lingkungan tempat tinggal dan perluasan pilihan maupun manfaat, melalui optimalisasi jaringan angkutan umum massal
Dirut PT MRT William Syahbandar mengatakan kerjasama pengembangan proyek properti itu bisa dilakukan untuk 13 titik stasiun di koridor Lebak Bulus- Bundaran Hotel Indonesia yang menjadi proyek tahap satu pengembangan MRT di DKI.
Dari rencana pengembangan MRT secara keseluruhan di Jakarta, ada 69 titik stasiun yang terbagi dari 21 stasiun di koridor Selatan- Utara dan 48 stasiun di koridor Timur- Barat.
Menurut William, pengembangan TOD stasiun Bundaran HI menjadi salah satu kawasan komersial paling strategis yang pembangunannya akan melibatkan aliansi di ring kawasan itu yang terdiri dari Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Hotel Kempinski, Hotel Pullman dan Wisma Nusantara, serta Hotel Mandarin Oriental.
Manajemen MRT menargetkan pengembangan proyek properti komersial TOD untuk koridor Lebak Bulus- Bundaran HI sudah rampung menjelang beroperasinya jalur perdana itu pada 2019.
LRT Gairahkan Metropolitan Properti
Metropolitan menjadi sebuah konsep untuk menggabungkan sebuah aglomerasi- daerah pemukiman lanjutan dengan zona lingkaran urban, tetapi dekat dengan pusat perkantoran atau perdagangan. Zona-zona ini juga dikenal sebagai lingkaran komuter, dan dapat meluas melewati lingkaran urban.
Pembangunan LRT menjadi tool yang efektif untuk menyambungkan ataupun menggabungkan aglomerasi sekaligus menciptakan titik aglomerasi baru untuk pengembangan proyek properti.
Departemen Perhubungan telah memulai proyek LRT tahap pertama yang meliputi rute Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas sepanjang 42,1 km dengan jumlah titik stasiunnya mencapai 18 unit yang disiapkan menjadi pintu dari pengembangan properti berbasis TOD.
Untuk tahap kedua disiapkan koridor Cibubur-Bogor, Dukuh Atas-Palmerah-Senayan, dan Palmerah Grogol dengan panjang 41,5 km. Ada 20 titik stasiun di proyek tahap dua ini yang bisa menjadi bagian dari pengembangan TOD.
PT Adhi Karya Tbk, selaku pengembang LRT koridor Cibubur- Cawang telah masuk dalam tahap komersial pengembangan TOD-nya. BUMN konstruksi ini telah menjual LRT City Royal Sentul Park Apartemen, proyek apartemen barbasis TOD yang dipasarkannya sejak awal tahun ini. [Baca: Apartemen di Stasiun LRT Sentul Harga Rp300 Jutaan
Aliansi Raksasa BUMN Untuk Bisnis Properti TOD
Kementerian BUMN diketahui tengah menggalang delapan perusahaan milik negara untuk bersinergi membangun stasiun kereta terpadu berbasis TOD di jalur kereta Jakarta-Bogor-Sukabumi.
Jumat, (3/3) lalu, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Gatot Trihargo mengatakan, delapan BUMN yang berkomitmen bersinergi yaitu Perum Perumnas, PT KAI (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT PP (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, dan PT Jasamarga (Persero) Tbk.
Aliansi raksasa BUMN ini diharapkan mampu menjadi proyek unggulan sekaligus mendukung program pemerintah dalam mengembangkan pembangunan tata kota yang terintegrasi dengan sistem transportasi, sehingga menciptakan suatu kota yang efisien.
Aliansi delapan BUMN ini dalam pengebangan bisnis properti TOD di jalur kereta Jakarta-Bogor-Sukabumi menjadi sebuah terobosan besar yang menempatkan badan usaha milik negara menjadi pelaku utama sekaligus pioner dalam pengembangan properti berbasis TOD.
Pengembangan properti berbasis TOD tidak hanya jadi incaran BUMN. Pengembang swasta nasionalpun banyak yang berminat mengembangkan proyek serupa ini. Sebut saja PT Agung Pdomoro Land Tbk, Trans Corp, PT Metropolitan Land Tbk (Metland), Pikko Group dan beberapa pengembang properti lainnya.
Agung Podomoro sudah on progress mengembangkan proyek properti terpadu berbasis TOD dengan dominasi unit apartemen di lahan seluas 60 hektare di Cimanggis. Proyek ini didesain tersambung dengan jalur LRT Jabodetabek tahap II.
Metland sendiri mengincar proyek berbasis TOD di kawasan MT Haryono, Jakarta karena ada lahan mereka seluas 3.500 m2 di lokasi tersebut yang bersinggungan dengan salah stasiun LRT.
Pengembangan properti berbasis TOD di koridor MRT, LRT, kereta api dan kereta komuter line diyakini akan mamacu pertumbuhan proyek properti dalam skala luas dan masiv. Dari sisi kegiatan investasi properti akan ada belanja besar-besaran yang dilakukan oleh pengembang yang terlibat dalam proyek tersebut. Sebagai perbandingan, Trans Corp yang tengah mengembangkan proyek Trans Park Cibubur, proyek yang diidentifikasi oleh Chairul Tanjung sebagai proyek berbasis TOD, menelan biaya sekitar Rp3 triliun. [Baca:CT Corp Satukan Apartemen Rp400 Juta, Mal dan Family Leisure di Cibubur
Jadi kalau proyek properti berbasis TOD terealisasi di 69 stasiun MRT, 38 stasiun LRT, dan puluhan stasiun kereta Jabodetabek bisa dibayangkan super jumbonya nilai kapitalisasi proyek properti yang menggerakan perekonomian Jabodetabek.
- Opini