JAKARTA, tpcom- Krisis ekonomi sudah tak terelakkan lagi karena ekonomi nasional minus berturut-turut dalam 2 (dua) kwartal.
Tidak hanya itu, Indonesia Juga memasuki babak baru ekonomi dengan pertumbuhan nol atau minus tahun 2020 ini dan juga masih belum pasti pada 2021 nanti skenarionya akan seperti apa.
Anjlognya ekonomi menjadi minus dan kondisi resesi ini membuat semua mandeg. Mesin-mesin produksi melambat atau berhenti yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) dan peningkatan pengangguran.
“Pertumbuhan ekonomi minus ini menimbulkan masalah besar bagi masyarakat, dunia usaha dan tentu bagi negara, apalagi bersamaan kejadian dengan bencana Pandemi Covid-19. Dua kejadian besar sekaligus yaitu Pandemi dan Resesi ini membuat kita semua seolah-olah berada dalam situasi ‘going no-whrere’ bila tidak diatasi secara serius dan bersama-sama melibatkan seluruh elemen masyarakat,” ungkap Lukman Purnomosidi, Praktisi Pengembang Properti Nasional.
BACA JUGA: BP Tapera (akan) dan PT SMF (sudah) Untuk Siasat Pembiayaan Rumah Rakyat
Menurut Ketua Kehormatan Real Estat Indonesia (REI) ini, saat ini bangsa Indonesia tergagap-gagap menghadapi Resesi ini karena kita selama 15 tahun terakhir Indonesia selalu berada dalam pertumbuhan ekonomi di atas 5%. “Oleh karenanya semua elemen masyarakat perlu diajak partisipasinya untuk mencari potensi dan peluang-peluang guna mencari cara keluar dari jurang resesi yg kita hadapi saat ini,” ujar Lukman.
Solusinya, menurut Lukman, semua pihak harus mampu mencari bagaimana caranya agar mesin-mesin ekonomi yang berhenti bergerak (mandeg) tersebut kembali berputar seperti semula. “Kita harus ‘kembali ke laptop’. Salah satunya bisa dimulai dari sektor perumahan. Saya pikir sektor perumahan merupakan sektor strategis yang bisa menjadi ‘pengungkit’ berputar kembalinya ekonomi yang sedang resesi,” terangnya.
Pendapat Peraih gelar Doktor bidang Business Administration di Fakultas Ilmu Adiministrasi, Universitas Brawijaya Malang ini tentu bukan tanpa asalan. Pasalnya, sektor perumahan sangat dibutuhkan oleh masyarakat, dan punya multiplier ekonomi sangat luas karena bisa menghidupkan lebih dari 140 sektor-sektor produksi. Dan diperkirakan tidak kurang dari 3 juta tenaga kerja terkait dengan industri perumahan berserta industri turunannya tersebut.
“ Faktor lainnya, sektor perumahan ini mudah di-start, dan penyebaran nya langsung cepat bisa meluas ke 500 kab/kota. Hebatnya lagi, sektor perumahan ini memiliki 90% adalah lokal konten,” katanya.
Gerakan Masif Pembangunan Perumahan Bersubsidi
Karena itu Lukman menambahkan, upaya menggerakkan Sektor Perumahan untuk mengatasi Resesi ini ada baiknya mulai dari Gerakan Masif Pembangunan Perumahan Bersubsidi, baik yang rumah tapak maupun rumah susun. Kalau sekarang masih menggunakan ‘Program Sejuta Rumah’ ini juga baik untuk dilanjutkan kembali.
“Dengan sudah tersedianya ‘Mesin Produksi’ berupa 5000-an Pengembang Perumahan Aktif Anggota REI dan juga Asosiasi Lainnya, adanya Kebutuhan Masif hunian perkotaan dari elemen masyarakat Anggota ASN, Anggota TNI/Polri dan Pekerja Swasta maka Gerakan Masif menghidupkan ‘mesin produksi’ ini adalah opsi Strategi ‘Quick Win’ yang perlu dipertimbangkan Pemerintah,” usul Ketua DPP REI Periode 2004-2007 ini.
BACA JUGA: CoWorking Space: Mimpi Kolega Bawa Usaha Kecil Naik Level Ke Global Market
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan Formula 1:2:3 maka setiap pengembang membangun 1.000.000 rumah Sederhana (Asumsi FLPP Harga Rp. 150-200 juta), maka akan tumbuh Rumah Menengah (Asumsi Harga Rp.200 juta) juga Rumah Menengah Atas (Harga Rp1-3 miliar) serta fasilitas-fasilitas komersial dan pendukung lainnya.
“Trigger Factor dari konsep pembangunan ini dapat dimulai dengan Gerakan Masif Pembangunan Perumahan Subsidi bagi ASN, TNI/POLRI dan Pegawasi swasta. Dalam suasana Pandemi Covid19 ini layak kiranya didahulukan bagi Pegawai-pegawai Sektor Medis dan Para Guru dan kelompok-kelompok lain yang memang layak diprioritaskan.
Ketika Program ini menggelinding maka mesin-mesin produksi sektor perumahan ini akan berputar secara sistematis ‘menyembuhkan’ Resesi Ekonomi,” tutur Lukman
Lebih Rinci dijelaskannya, angka – angka langsunganya akan cukup besar, katakanlah dengan Formula 1:2:3 tersebut di atas maka akan terbangun 1.000.000 Rumah Sederhana plus 666.000 Rumah Menengah dan 333.000 Rumah Menengah Atas nilainya tidak kurang dari Rp.1.200 Triliun. Ini adalah jumlah yg sangat berarti untuk membangkitkan kembali Ekonomi dari cengkaraman krisis Ekonomi saat ini.
Sebenar dampak ekonominya masih lebih luas dari Rp. 1200 triliun karena kita belum memperhitungkan Multiplier Efeknya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa multiplier effect dari Sektor Perumahan adalah 3.0-3.5. Artinya bila membangun Perumahan Senilai Rp1200 triliun maka secara keseluruhan bangkitan ekonomi adalah tidak kurang dari Rp. 3600 triliun. Dengan demikian maka bila Program ini diluncurkan maka implikasinya akan sangat luas dimana mesin-mesin ekonomi sektor perumahan dan industri bahan-bahan pendukungnya akan melaju pesat kembali.
“Tentu saja implikasi tenaga kerja yg dibutuhkan adalah linier dengan angka-angka tersebut. Sekedar catatan bersama bahwa rata-rata tenaga kerja yg terlibat untuk membangun sebuah Rumah Sederhana sekitar 10 orang tukang terdiri dari 7 tenaga kerja langsung dan 3 tenaga kerja tidak langsung,” imbuhnya.
Sektor Perumahan Sebagai Mesin Penggempur Resesi Ekonomi
Ia pun mencotohkan bahwa Di Amerika Serikat (AS), indikator utama ekonomi adalah industri mobil dan industri perumahan. “Saya rasa ekonom kita pun punya indikator ekonomi yang mirip juga. Kalau hal ini dicermati di Indonesia rasanya juga memang mirip-mirip, artinya secara sederhana kita bisa sepakat mengatakan bahwa sektor otomotif dan sektor perumahan adalah sektor potensial untuk jadi ‘mesin penggempur’ resesi ekonomi yg kita hadapi ini,” pungkas Lukman.
Ya, Kalau pada saat resesi ekonomi ini Pemerintah sedang mempertimbangkan sektor otomotif mau ‘di-engkol’ menjadi pendorong ekonomi melalui ‘Pembebasan PPN’, tentu ada baiknya Pemerintah mempertimbangkan Sektor Perumahan untuk ‘di-engkol’ juga utk mengeluarkan kita dari jurang krisis ekonomi. Tentu cara meng-engkol Sektor Perumahan tidak sama persis dengan Sektor Otomotif, namun kalo memang ‘diniati’ banyak yang faham cara-cara meng-engkolnya.
Berbeda dengan otomotif yang mesin produksinya berupa pabrik-pabrik atau belanja infrastruktur via APBN, sektor perumahan ini merupakan kombinasi antara memenuhi kebutuhan pokok Papan sekaligus juga menggerakkan ekonomi.