Mereka menjanjikan penjualan rumah dengan akad 100% syariah, tanpa BI Checking, tanpa denda kalau telat mengangsur cicilan, tanpa sita kalau belum bayar beberapa bulan seperti yang berlaku pada KPR, tanpa bank, dan cicilan cuma Rp500.000 per bulan.
Tawaran ini jelas menarik dan sangat murah, mudah dan tentu saja islami. Ini sangat berkebalikan dengan model pasar properti atau perumahan yang selma ini berlaku secara konvensional maupun pembiayaan konsumer dari perbankan syariah. Anda yang pernah membeli rumah dengan KPR maupun akad murabahah bank syariah jelas tahu ada biaya proses sebelum kredit sebelum disetujui, beratnya status clear dari BI Checking dan cicilan KPR program bersubsidi saja sudah berkisar Rp1 jutaan.
Atas dasar ini, jelas produk yang ditawarkan dengan embel syariah ini menarik banyak konsumen, tidak saja karena ingin nuansa syariah yang sejalan dengan nilai-nilai Islam, tapi secara produk sangat bagus. Dari pantauan kami produk properti akad syariah ini banyak berkembang di wilayah Jabodetabek. Tidaknya hanya menawarkan rumah tapak atau landed housing tapi juga apartemen murah.
Sebut saja, Budi, seorang calon konsumen yang dalam proses mengajukan ikut program pembelian rumah dengan skema ini mengaku masih dijanjikan mendapatkan rumah di lokasi baru di wilayah kabupaten Tangerang. Dia sendiri belum menyetor dana karena menunggu kepastian lokasi proyek. Artinya hunian yang dialokasikan untuk dia masih dalam proses pencarian lahan. Cukup masyarakat masyarakat berharap dapat ikut program perumahan ini karena dinilai cukup membantu mereka dengan kemampuan ekonomi yang tak mampu membeli rumah dengan skema biasa. Konsep pembiayaan syariah harga rumah ada harga yang dibayar dengan menggunakan skema mirip arisan. Sedangkan kalau membeli rumah dengan pola pembiayaan bank, bank konvensional maupun syariah, maka harga yang dibayar konsumen bisa dua kali lipat harga riil rumah karena ditambah beban biaya bunga KPR.
BACA JUGA: Properti Ciputra Bisa dibeli Pakai Pembiayaan BNI Griya iB Hasanah
Tetapi, ditengah tumbuh perumahan ( pembiayaan) syariah ini, tiba-tiba publik disentakkan oleh kasus penipuan proyek perumahan dengan skema pembiayaan syariah ini. Polda Metro Jaya membongkar praktik penipuan penjualan rumah berkedok syariah. Diperkirakan ada 3.680 orang menjadi korban bisnis perumahan bernama Amanah City Islamic Super Block tersebut.
Seperti dilaporkan oleh Kumparan, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Gatot Eddy Pramono, mengatakan, laporan itu diterima sekitar November 2019. Semula, pihak pengembang, PT Wepro Citra Sentosa, menjanjikan para pembeli mendapatkan rumahnya di Desa Garut Kecamatan Serang, Kabupaten Serang, Banten, pada Desember 2018. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, rumah tersebut tidak kunjung dibangun.
Dari penelusuran kita ini ada lebih kurang 3.680 korban dari itu semua kita sudah memeriksa sebanyak 63 korban. Nah, kita coba menghitung kerugian berapa. Kerugian itu lebih kurang Rp 40 miliar,” kata Gatot saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (16/12). Kegiatan ini juga dihadiri oleh puluhan korban perumahan syariah.
Gatot menuturkan, penipu sengaja menggunakan kata ‘syariah’ untuk menarik minat pembeli. Selain itu, mereka juga memudahkan syarat mendapatkan rumah seperti tanpa BI Checking, tanpa bunga bank, tanpa riba, bahkan harga yang ditawarkan jauh dari harga pasaran.
“Ini kan masyarakat-masyarakat yang ingin punya rumah yang duitnya dikumpulkan untuk beli rumah dan diiming-imingi seperti itu, tertarik. Mereka membuat brosur-brosur, membuat gathering, kemudian menjanjikan lahannya, kemudian mereka juga buat rumah contoh sehingga masyarakat itu jadi tertarik,” ujar Gatot.
“Apalagi mereka menyampaikannya menggunakan iming-iming, cara-cara yang mereka katakan ‘ini perumahan syariah’, tetapi ini mengambil keuntungan daripada itu,” sambungnya.
Skema Arisan dan Ponzi
Skema yang mereka sebut sebagai pembiayaan syariah itu kebanyakan menggunakan model arisan, dimana setiap orang sebagai anggota menunggu giliran untuk mendapatkan haknya dari iyuran arisan. Dengan skema ini tentu bisa mencegah beban bunga kredit yang bisa meningkatkan harga beli rumah menjadi dua kali lipat harga rumah itu sendiri pada saat KPR lunas dicicil.
Untuk mengembangkan perumahan dengan model pembiayaan seperti ini, maka harus didukung dengan persediaan modal yang besar. Kalau hanya mengandalkan kekuatan uang iyuran arisannya, maka akan sulit untuk mewujudkannya, bahkan bisa menjerumuskan kalau promotor atau pengelola proyek perumahannya salah dalam mengelola dana yang terhimpun. Paling tidak, promotor proyek harus punya modal awal berupa lahan, sehingga dana hasil mobilisasi dengan skema arisan itu hanya diperuntukkan untuk kebutuhan pembiayaan pembangunan konstruksi bangunannya saja.
Dalam kasus yang ditangani oleh kepolisian, malah ada dugaan dana dari masyarakat itu disalahgunakan dengan sangkaan penipuan. Kalau ini terjadi jelas ini bukan pembiayaan syariah karena pembiayaan syariah bukan modus untuk tipu-tipu konsumen. Skema syariah itu adalah bentuk transaksi yang memberikan sifat adil dan saling menguntungkan. Dalam prinsip pembiayaan syariah itu adalah ingin mencapai tujuan dengan cara fair dan adil serta bermartabat dengan transaksi yang akadnya 100% syariah, tanpa bunga, tanpa denda, cicilan terjangkau walau tak harus Rp500.000 per bulan. Dan sekalipun yang diterapkan model pembiayaan syariah tanpa mekanisme perbankan, tapi pelaksanaannya takkan mengabaikan manajemen prudent, dimana dalam dunia perbankan lekat dengan model BI Checking yang terkenal itu.
Pada akhirnya, kalau pembiayaan syariah perumahan hanya menjadi modus operandi tanpa mengindahkan esensi manajemen keuangan syariah itu sendiri, maka sama saja praktik itu dengan Ponzi dalam dunia investasi dan hal itu terlarang secara syariah maupun konvensional.
Skema Ponzi adalah penipuan investasi yang dijalankan dengan menjanjikan tingkat pengembalian tinggi dengan sedikit risiko bagi investor. Skema Ponzi menghasilkan pengembalian bagi investor awal dengan mengakuisisi investor baru. Ini mirip dengan skema piramida karena keduanya didasarkan pada penggunaan dana investor baru untuk membayar para pendukung sebelumnya.
Untuk itu, konsumen harus lebih berhati-hati dengan setiap produk yang ditawarkan di pasar. Jangan mudah percaya dengan sesuatu yang terlihat sangat menguntungkan. Untuk pemerintah sendiri, perlu lebih ketat mengawasi setiap inisiatif produk yang bertujuan untuk memobilisasi dana publik, supaya konsumen tidak tertipu mulut manis para penjual yang sesungguhnya penipu.
Produk pembiayaan perumahan syariah sendiri tidak menjadi persoalan, malah perlu didukung karena gagasan keuangan syariah itu sendiri adalah keadilan dan saling menguntungkan yang dilandasi oleh niat mencari ridho Allah SWT.