Mataram (suarantb.com) – Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi melalui Asisten II Setda NTB, H. Chairul Mahsul meminta agar pemerintah kabupaten/kota membatasi perizinan bagi retail modern di NTB.
“Retail modern kan izinnya di kabupaten/kota. Makanya Pak Gubernur minta kebijakan dari pemerintah kabupaten/kota untuk membatasi jumlahnya,” ujarnya.
Disampaikan Chairul, retail modern ini menguasai pasar di daerah mulai dari produksi hingga pemasaran. Ia menyebutnya dari hulu ke hilir dengan jaringan yang sudah terkoneksi dengan baik. Sementara produksi dari industri kecil, mikro dan menengah semakin tergeser karena pembeli banyak yang memilih berbelanja di retail modern tersebut.
“Produksi dari industri rumah tangga, industri kecil menengah mikro ndak terserap. Karena orang lebih banyak belanja kesana, ke retail-retail besar itu,” katanya.
Kondisi ini membuat persaingan yang tidak adil bagi industri kecil di daerah.
“Tingkat persaingan juga tidak adil, karena mereka menguasai jalur-jalur produksi dan pasar. Produksi barang-barang mereka sudah terikat kontrak semua terus masuk kesana. Dan dikirim ke seluruh Indonesia,” tambahnya.
Banyaknya retail-retail modern khususnya di Kota Mataram bisa memicu meningkatnya angka kemiskinan. Karena industri kecil yang kalah dari persaingan dengan produsen besar ini kemungkinan besar akan mengalami kerugian. Yang berujung pada terhentinya aktivitas produksi.
Sehingga Bupati/Walikota diminta untuk bijak dalam memberikan izin.
“Dulu kan kebijakan Walikota Mataram itu kan di satu kecamatan cuma ada satu. Tapi coba kita hitung sekarang, sudah lebih. Katanya juga dulu produk UMKM kita mau diserap, tapi ndak tahu sudah dilakukan atau belum,” ungkapnya.
Meski membuka lapangan kerja, menurut Chairul menjamurnya retail-retail modern masih memiliki dampak negatif. Karena kembali lagi mereka juga menguasai sektor produksi dan membatasi apa yang disebut sebagai investasi masyarakat.
“Mereka membatasi investasi masyarakat. Makanya sekarang neken ndaknya Alfamart dan Indomaret dan jaringan retail modern itu di tangan ada di pemerintah kabupaten/kota. Kuncinya itu sekarang pokoknya di bupati dan walikota,” tandasnya.
“Kita bantu masyarakat kita, kan ada namanya ‘Kembali Belanja ke Warung Tetangga’. Itu namanya investasi masyarakat, kalau investasi ini bisa bergairah pasti bisa mereduksi kemiskinan,” imbuhnya. (ros)