Beranda Regulasi Perumahan Rakyat Antara Kewajiban Pemerintah dan Peran Pengembang Swasta

Perumahan Rakyat Antara Kewajiban Pemerintah dan Peran Pengembang Swasta

0
BERBAGI
Diskusi dan Media Gathering Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jimmers Mountain Resort, Cisarua, Puncak, Bogor, Jumat (28/9/2018).

“Hanya di Indonesialah program affordable housing yang menjadi kewajiban pemerintah, kemudian merangkul pengembang swasta untuk menggarapnya. REI siap menjadi garda terdepan pelaksanaan program perumahan rakyat,” kata Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia untuk yang kesekian kalinya dalam mendeskripsikan program perumahan rakyat atau rumah MBR yang menjadi agenda program pemerintahan untuk masyarakat menengah bawah.

Ucapan itu disampaikannya dalam acara Diskusi dan Media Gathering Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Jimmers Mountain Resort, Cisarua, Puncak, Bogor, Jumat (28/9/2018).

BACA JUGA:

ATURAN BARU: Penyelenggaraan Perumahan & Kawasan Permukiman (PP No. 14 Tahun 2016)

Asosiasi pengembang tertua dan masih terbesar di Indonesia itu, memiliki anggota pengembang yang tersebar di seluruh daerah di tanah air dengan jumlah diperkirakan mencapai 3.000- 4.500 perusahaan. Ada 46 perusahaan di antaranya tercatat sebagai perusahaan publik yang listing di Bursa Efek Indonesia.

REI telah memasang target pembangunan rumah sebanyak 450.000 unit pada tahun ini. Sekitar 250.000 unit di antaranya adalah rumah bersubsidi atau hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan 200.000 merupakan rumah non subsidi.

Pada tahun lalu, REI telah membangun sebanyak 206.290 unit rumah bersubsidi di seluruh Indonesia dan 170.000 unit rumah non subsidi. Capaian ini melampaui target yang dipatoknya yang mengincar angka 200.000 unit.

Rumah bersubsidi adalah program perumahan yang menjadi domain pemerintah dalam rangka memberikan kebutuhan papan bagi rakyat miskin dan berpenghasilan rendah. Tetapi pada praktiknya, pemerintah melibatkan swasta- di samping Perum Perumnas sebagai perusahaan negara untuk menyediakan pasokan unit rumahnya. Karena biaya pembangunan lebih tinggi ketimbang harga jualnya yang sudah dipatok pemerintah, maka pemerintah [harus] bersedia menyediakan subsidi untuk menutup kesenjangan antara harga produksi dan jual rumah MBR tersebut.

Kini, dalam acara Diskusi dan Media Gathering Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) itupula, REI meminta kenaikan patokan harga rumah subsidi tersebut. Asosiasi yang mewakili sekitar 3.000- 4500 pengembang di seluruh tanah air itu mengusulkan kenaikan harga sekitar 7,5% dari sebelumnya 5% per tahun guna tetap menjaga harga masih terjangkau oleh masyarakat.

REI sudah menyerahkan usulan kenaikan harga patokan itu kepada Kementerian PUPR. Menurut Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia, usulan besaran kenaikan harga itu berdasarkan analisa harga yang diperoleh dari semua daerah, lalu dirangkum dan dibandingkan menjadi satu harga yang paling ideal.

“Dimana rata-rata seharusnya setiap daerah kenaikannya sekitar 10%, namun REI mengusulkan kenaikan setiap tahun hanya sekitar 7,5% dari sebelumnya 5% per tahun guna tetap menjaga harga masih terjangkau oleh masyarakat. Tetapi itu usulan dari REI, bukan keputusan. Kita akan perjuangkan besaran itu sehingga pengembang di daerah punya ruang untuk bisa mengembangkan hunian-hunian yang lebih berkualitas untuk masyarakat,” ujarnya.

Hari Nugraha Nurjaman, Ketum Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang Indonesia, yang juga konsultan teknis DPP REI, mengatakan usulan harga rumah bersubsidi dari REI dibentuk berdasarkan proses yang sangat teknis terkait dengan biaya konstruksi dan non konstruksi lalu ditambah dengan perhitungan margin.

Secara teknis, lanjutnya, terus dilakukan inovasi sistem dan metode agar bisa melahirkan model yang paling efisien dan berbiaya rendah sehingga bisa menciptakan produk yang kompetitif di pasar rumah MBR.

“Kajian yang paling banyak kami bantu lakukan adalah model pembangunan rumah tipe 36 meter persegi yang kemudian banyak dipakai di tanah air. Di samping juga ada kajian teknis untuk rumah tipe 21 dan sebagainya yang kemudian dirumuskan berapa harga yang tepat setelah memperhitungan semua biaya dan margin yang layak,” katanya.

Menjawab hal tersebut, Dadang Rukmana, Sekretaris Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, mengatakan usulan kenaikan harga yang disampaikan oleh REI itu menjadi perhatian bagi pemerintah. Dalam masalah tersebut, pemerintah mencoba mengajinya dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat kelompok sasaran.

“Pertimbangan akhir adalah kemampuan masyarakat MBR. Pengembang tentu butuh kenaikan tapi kenaikan itu harus mepertimbangkan kemampuan masyarakat MBR,” ujarnya dalam forum yang sama.

LEAVE A REPLY