JAKARTA, tpcom- Para pengembang optimistis izin kredit rumah pertama tanpa perlu biaya uang muka yang diberikan oleh Bank Indonesia dan berlaku mulai Agustus depan, bisa memicu peningkatan pembelian hunian oleh konsumen.
Hanya saja, peningkatan transaksi jual beli hunian itu diperkirakan hanya terjadi pada produk hunian dengan kisaran harga Rp200 juta hingga Rp500 juta per unit.
Sedangkan untuk harga hunian di atas Rp500 juta tidak akan berpengaruh besar dalam meningkatkan angka pembelian oleh konsumen.
Hal itu disampaikan oleh Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia di Jakarta, Kamis (12/7). Pada hari yang sama, DPP Realestat Indonesia mengadakan acara halal bil halal di kalangan pengusaha properti dan pemangku kepentingan, sekaligus menggelar diskusi untuk mencari solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh kalangan industri perumahan, baik perumahan bersubsidi maupun rumah non subsidi, dan properti.
Soelaeman mengatakan mewakili kalangan pengembang menyambut positif kebijakan relaksasi loan to value ( LTV) tersebut dan menyebutnya sebagai kebijakan jitu di tengah lesunya industri properti di tanah air.
Hanya saja, lanjutnya, diperlukan tingkat kehati-hatian yang lebih tinggi dari perbankan dalam memberikan persetujuan kredit terhadap calon debitur KPR. Hal itu, menurutnya, diperlukan agar KPR yang dikelola bank adalah kredit yang berkualitas untuk menjaga keamanan praktik perekonomian di sektor perumahan dan properti.
BACA JUGA: REI Kembali Ungkit Soal Sedikitnya Insentif Bagi Pengembang Rumah Rakyat
Lebih jauh, dia memperkirakan kebijakan relaksasi LTV oleh Bank Sentral itu bisa mendorong pertumbuhan penjualan hingga 10% secara year on year sehingga akan berdampak cukup besar bagi perekonomian nasional.
Dalam hal ini, ujar Soelaeman, para ekonom ekonomi makro menyepakati bahwa industri properti merupakan industri yang paling besar dampak berganda bagi perekonimian nasional karena menggerakan banyak industri, mulai dari perbankan, semen, material bangunan, infrastruktur dan berbagai industri lainnya.
Selanjutnya, DPP REI menyatakan terobosan itu perlu disempurnakan dengan singkronisasi dengan beberapa kebijakan lain.
“REI mengharapkan pemerintah juga perlu meninjau lagi peraturan perpajakan yang tidak ramah terhadap perkembangan industri properti. Isu soal PPN Final, pajak lahan terlantar, PPNBM dan sejumlah jenis pajak lainnya harus dievaluasi lagi agar lebih relevan dengan iklim usaha,” ujar Ketum DPP REI lagi.