Beranda Regulasi REI Kembali Ungkit Soal Sedikitnya Insentif Bagi Pengembang Rumah Rakyat

REI Kembali Ungkit Soal Sedikitnya Insentif Bagi Pengembang Rumah Rakyat

0
BERBAGI
Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP REI (Kedua kanan) mendesak perbankan yang fokus di pembiayaan properti dan perumahan agar memberikan tingkat suku bunga yang wajar bagi pengembang perumahan MBR. Hal itu disampaikannya dalam acara Coffee Morning Forwapera soal "Memperkuat Sejuta Rumah" di Jakarta, Kamis (19/4). Foto Yuniar Susanto

JAKARTA, tpcom- Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang melibatkan pengembang swasta dalam pengembangan program perumahan bersubsidi untuk kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia, mengaku setelah mempelajari sistem perumahan bersubsidi (affordable Housing) di 68 negara di dunia, ternyata tidak satupun pemerintahnya yang melibatkan pengembang swasta sebagai pelaksana proyek tersebut.

“Berkaitan dengan dipilihnya saya menjadi Presiden FIABCI Asia Pasifik membuat saya mencoba mempelajari praktik program affordable housing di negara lain. Ternyata hanya di Indonesia, pengembang swasta dilibatkan. Ini sebuah keunikan dan positif,” ujarnya dalam acara Coffee Morning Forwapera soal Memperkuat Program Sejuta Rumah di Jakarta, Kamis (19/4).

Baca juga:

ATURAN TERBARU: Penyelenggaraan Perumahan & Kawasan Permukiman (PP No. 14 Tahun 2016)

Ditjen Otonomi Daerah Dorong Pemda Terbitkan Perda Rusun & Rumah Tapak Untuk MBR

Menurut dia, hal itu menjadi sebuah kehormatan bagi REI selaku salah satu asosiasi pengembang di tanah air yang anggotanya turut dilibatkan dalam memenuhi kebutuhan papan bagi rakyat kelas menengah bawah dan MBR.

“Kami banyak ungkap soal perkembangan program affordable housing ini di forum FIABCI dan mereka terkejut Indonesia bisa membangun 1 juta unit rumah MBR dan itu melibatkan swasta.”

Singgung Kecilnya Insentif Bagi Pengembang

Hanya saja, menurut Soelaeman, insenitf yang diberikan oleh pemerintah kepada pengembang rumah rakyat itu masih kecil dan sedikit. Padahal, lanjutnya, potensi keuntungan yang didapatkan pengembang dalam menggarap hunian murah atau bersubsidi tersebut tipis.

“Ada 4.000 anggota pengembang kami yang terlibat dalam proyek hunian bersubsidi ini. Untungnya tipis dan insentifnya kecil pula yang didapatkan. Mestinya ada insentif yang lebih besar agar marginnya yang tipis itu bisa terbantu,” katanya lagi.

Selama ini, lanjutnya, yang banyak diberikan pemerintah adalah subsidi atau insentif bagi konsumen perumahan MBR tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian PUPR menyediakan subsidi anggaran untuk skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Kemudian juga ada program subsidi dana untuk perumahan swadaya yang dibangun secara mandiri oleh individu warga negara.

“Kami ingin insentif untuk pengembangnya juga dibesarkan agar bisa menopang margin yang tipis. sekarang yang baru diberikan PPh sebesar 1% dan dan bantuan Prasarana dan Sarana Umum.”

Soal Kebijakan Kredit Perbankan

Soelaeman mendesak perbankan yang fokus di pembiayaan properti dan perumahan agar memberikan tingkat suku bunga yang wajar bagi pengembang perumahan MBR.

Selamai ini, perbankan masih mematok bunga kredit konstruksi kepada pengembang sebesar 12%-13% dan itu dirasakan kemahalan bagi kalangan pengembang.

“Kadang kami iri dengan sektor lain yang bisa dapat bunga kredit di bawah 10%. Kalau kami dikenakan bunga kredit konstruksi itu masih berkisar 12%-13%. kami berharap bisa dapat bunga di bawah 10%,” kata Ketum DPP REI tersebut.

Menurut dia, kalau pengembang bisa mendapatkan bunga kredit konstruksi di bawah 10%, maka itu akan membantu meningkatkan produktifitas pengembang dalam memasok rumah bersubsidi karena cashflow menjadi kuat.

LEAVE A REPLY