Banyak perusahaan tidak mempriotaskan program perumahan bagi karyawannya. Bukan hanya perusahaan kelompok UMKM, bahkan perusahaan bonafid kelas ataspun banyak yang tidak peduli terhadap kebutuhan papan karyawannya.
Gojek, perusahaan jasa layanan booking transportasi secara daring yang kini ngehit di masyarakat perkotaan, menunjukan kepeduliannya terhadap nasib pekerja informal yang berprofesi sebagai tukang ojek.
Tukang ojek yang disebut oleh Gojek sebagai mitra atau partners bisnisnya yang mencapai lebih dari 300.000 pengemudi sepeda motor maupun mobil diberikan peluang untuk membeli rumah melalui pembiayaan perbankan alias memakai KPR.
Gojek, sebagai perusahaan yang menaungi dan memediasi bisnis ojek online menjadi promotor dalam membuka akses bagi driver ojek untuk mendapatkan KPR kepada Bank Tabungan Negara (BTN). Kerjasama mulia untuk membantu memenuhi kebutuhan papan bagi masyarakat pekerja informal dari kelompok berpenghasilan rendah ini sudah dirintis Gojek sejak Maret lalu.
Perkembangannya, menurut Maryono, Direktur Utama BTN, kerjasama tersebut sudah mulai berjalan dengan baik. Salah satunya ada 581 aplikasi subsidi yang masuk dalam ajang Parade KPR BTN.
“Nilai KPR-nya hanya Rp 51,6 miliar, namun sangat berarti bagi mereka dan kami bangga bisa membantu keluarga mendapatkan rumahnya dengan skema yang terjangkau,” ujar Maryono di Jakarta, seperti dilansir Indopos, Kamis (14/12).
Baca: Citra Towers Kemayoran Bidik Pebisnis Start-Up & Kelas Menengah
BTN menyebut program kolaborasi itu dengan Gojek Serbu BTN Tahap I. Melihat respon yang cukup bagus dari para driver mitra Gojek itu, BTN menyiapkan Gojek Serbu BTN Tahap II yang akan mencangkup seluruh kota yang menjadi wilayah kerja yang ada Gojeknya. Wilayah tersebut meliputi beberapa kota di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Dalam hal ini, Gojek berperan secara promotor bagi persetujuan kredit bagi driver Gojek. Driver yang selama ini unbankable dalam mengajukan KPR secara langsung ke bank, dimoderasi oleh Gojek yang kemudian mengambil peran sebagai pengaju KPR bagi driver Gojek. Driver bisa mengajukan KPR kepada BTN sebagai rekan kerjasama Gojekdengan tanpa menyaratkan status pegawai tetap pada driver mitra Gojek tersebut.
Ironi Korporasi Yang Tak Peduli Perumahan Karyawan
Nadiem Makarim, tokoh di balik program Gojek ini- pendiri dan CEO Gojek Indonesia patut diacungi jempol. Program KPR bersubsidi bagi driver Gojek itu adalah kelanjutan dari mimpi semulanya- saat mulai mengkoordinisasikan para pengojek- yang ingin melakukan pemberdayaan dan penguatan ekonomi bagi tukang ojek yang dilihatnya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.
Menurut Nadiem, Gojek tidak mengedepankan profit driven, tetapi social driven. Ini sesuai dengan filosi perjuangannya yang ingin melakukan inovasi dan perubahan untuk memberikan dampak positif bagi sebanyak mungkin masyarakat. “Melakukan sesuatu itu jangan untuk mencari uang tapi melakukan perubahan yang memberikan dampak sebesar mungkin bagi kehidupan. Kalau itu bisa dilakukan maka uang akan mengikuti kemudian. Jangan dibalik,” ujarnya.
Berbanding dengan program nyata yang dilakukan Nadiem bersama Gojek untuk memfasilitasi mendapatkan rumah bagi pekerja informal yang dikelolanya, pada banyak perusahaan yang beroperasi di Indonesia malah tidak peduli dengan perumahan karyawannya.
Betapa banyak karyawan yang kesulitan untuk membeli rumah dan mereka harus berjuang sendirian untuk mendapatkan akses tersebut. Angka backlog perumahan atau ketiadaan rumah terhadap jumlah rumah tangga yang semestinya punya rumah di Indonesia yang mencapai 11,4 juta unit- refleksi dari ketidak sanggupan para pekerja formal maupun informal dalam membeli rumah.
Agaknya, korporasi perlu menyontoh upaya yang telah dilakukan oleh Nadiem dengan Gojek yang mengayomi driver mitra Gojek yang selama ini terabaikan oleh sistem dan tidak bankable dalam upaya mereka mendapatkan rumah secara kredit.
Seperti kata Bung Hatta,”“Cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan mustahil apabila kita sungguh-sungguh mau dengan penuh kepercayaan, semua pasti bisa.” Hal itu diutarakan oleh Bung Hatta dalam pidatonya pada Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung yang berlangsung pada tanggal 25-30 Agustus 1950.
Apa yang disampaikan Bung Hatta itu mencerminkan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang tercantum dalam pasal 28H ayat (1). ‘Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’.