TPCOM, Perspektif– Terjun berbisnis menjadi developer itu sarat dengan prestise, karena properti dan real estate itu menjadi barang sangat mewah dalam pandangan masyarakat.
Di kota manapun, di negara manapun, pengembang atau developer mendapatkan tempat terhormat karena jejak karya yang ditinggalkannya.
Tetapi tidak semua pengembang mendapatkan kehormatan serupa itu karena ada pengembang yang tidak meninggalkan jejak prestasi dalam karyanya.
Di Tanah Air, ada ribuan pengembang yang muncul silih berganti. Patah tumbuh hilang berganti. Dalam fenomena serupa itu, ada beberapa pengembang yang mampu bertahan, bahkan berkembang menjadi developer raksasa karena rekam jejaknya yang paripurna.
Ciputra Group menjadi salah satu dari sedikit pengembang yang kini mampu bertahan. Bahkan bukan hanya bertahan, tapi berkembang menjadi konglomerasi besar yang reputasinya tersiar hingga ke mancanegara.
Harun Hajadi, Managing Director Ciputra Group, salah satu eksekutif kunci dalam konglomerasi itu memiliki pandangan menarik tentang passion bisnis sebagai pengembang.
Industri properti, dalam pandangannya adalah bisnis kepercayaan, komitmen dan persepsi yang dibangun untuk menjaga bisnis bisa berhasil dan mendapat kepercayaan di pasar sekaligus mampu untuk sustain.
Jangan Abaikan Persoalan Delivery On Time
Menurut Harun, pria alumnus University of Southern California dan University of California Berkeley ini tidak sedikit pengembang yang tidak mampu mendelivery alias menyerahkan properti yang telah dijual kepada pembeli dalam kasus penjualan presales. Dan banyak pula yang telat melakukan delivery produk dari waktu yang sudah dijanjikan saat penandatangan akta jual beli kepada pembeli. Hal itu, lanjutnya, sangat fatal bagi seorang pengembang yang dampaknya bisa mencoreng reputasi mereka di mata pembeli.
“Ciputra Group sangat memperhatikan masalah komitmen delivery produk yang telah dijual kepada pembeli. Persoalan delivery on time ini penting agar pasar tetap percaya kepada developer. Banyak kejadian developer tidak melakukan delivery atau telat dari waktu yang dijanjikan,” kata Harun saat meluncurkan proyek CitraLand Cibubur di Hotel Ciputra Cibubur, baru baru ini.
[Baca: CitraLand Cibubur, Proyek Baru Ciputra Tawarkan Rumah Harga Rp430 Juta]
Oleh karena itu, saran mantu Pak Ciputra ini, pengembang harus berkomitmen pada persoalan disiplin delivery atau hand over produk kepada pembeli supaya bisnis bisa sustain dan mendapatkan kepercayaan jangka panjang dari konsumen.
Data yang dirilis YLKI pada awal tahun ini menyebutkan masalah keterlambatan serah terima unit dari pengembang kepada pembeli adalah satu dari tiga macam perkara yang terbanyak diadukan konsumen kepada YLKI. Hal ini terjadi karena penjualan proyek yang tidak sukses, sedangkan pengembang mengandalkan dana dari hasil penjualan secara presales.
Dua perkara lain yang banyak diadukan pembeli, yaitu, pertama, spesifikasi bangunan tidak sesuai. Dalam kasus ini, pengembang kerap lalai menepati janji yang sebelumnya disepakati atau tercantum di brosur promosi. Perbedaan spesifikasi bangunan, seperti luas ukuran tanah merupakan kelalaian yang bisa berakibat fatal.
Selain itu, pengembang juga sering memanfaatkan kelemahan konsumen yang tidak paham dengan kualitas bahan material. Dengan demikian, mereka bisa saja memilih material berkualitas rendah atau bahkan mengganti material berbeda dengan yang terdapat di brosur.
Kedua, fasilitas umum tidak sesuai. Selain spesifikasi, pembangunan fasilitas umum yang ada di lingkungan perumahan atau apartemen yang tercantum di brosur juga kerap diabaikan pengembang. Padahal, banyak konsumen yang mempertimbangkan fasilitas hunian sebagai bagian dari penunjang gaya hidup.
Salah satu contohnya, fasilitas kolam renang dan jogging track yang menjadi fasilitas andalan hunian vertikal. Bagi kaum urban yang peduli gaya hidup sehat, kedua fasilitas ini menjadi pertimbangan utama yang menjadi acuan membeli properti.
Pengembang juga kerap menunda-nunda pembangunan fasilitas umum, bahkan hingga proyek bangunan selesai dan proses serah terima unit dilakukan. Untuk mencegah kasus yang sama terulang, konsumen bisa membuat perjanjian tertulis yang sah secara hukum ketika melakukan proses jual beli. Lihat: 3 Keluhan Paling Populer Saat Beli Rumah