JAKARTA, tpcom- Industri properti dan perumahan dinilai menghadapi dampak buruk dari tren pemotongan gaji karyawan dan kebijakan PHK yang terjadi perusahaan swasta dengan risiko sulitnya debitur KPR untuk membayar cicilan.
Bahkan, dampak lebih jauhnya akan banyak tumpukan stok properti baru karena permintan hunian dan properti menurun disebabkan daya beli konsumen melemah.
Menghadapi keadaannya ini, pakar pembiayaan properti dan perumahan, Iskandar Saleh mengusulkan insentif dan relaksasi di bidang pembiayaan properti dengan prioritas debitur adalah kelompok dengan penghasilan di bawah Rp5 juta.
“Mitigasi dampak Covid-19 terhadap aktivitas pembangunan perumahan dan pemenuhan kebutuhan perumahan dilakukan melalui pemberian relaksasi dan insentif atau stimulus. Untuk itu dengan mengacu pada rantai pasok pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan identifikasi atas relaksasi dan insentif yang dibutuhkan setiap rantai pasok sehingga resiko dampak dapat diantisipasi dan dikelola dengan baik,” ujar Iskandar, Senin (4/5).
BACA JUGA: BP Tapera (akan) dan PT SMF (sudah) Untuk Siasat Pembiayaan Rumah Rakyat
Menurutnya, sejumlah hal yang teridentifikasi dari dampak Covid-19 terhadap sektor perumahan adalah dampak di sisi pasokan rumah, yaitu meningkatnya jumlah housing stock yang dibangun pengembang dari waktu ke waktu karena tidak mampu diserap pasar.
Lalu, lanjutnya, dampak di pasar pembiayaan primer perumahan atau pembiayaan rumah baru adalah melemahnya kemampuan mencicil bulanan KPR, melemahnya transaksi jual beli dan daya serap pasar perumahan, melemahnya intensitas penerbitan KPR sejalan dengan meningkatnya jumlah rumah tangga yang menunda atau bahkan membatalkan akad kredit, menurunnya pendapatan rumah tangga yang dibarengi dengan meningkatnya jumlah PHK dan melemahnya investasi dan konsumsi rumah tangga.
Sedangkan dampak Covid-19 untuk pasar pembiayaan sekunder perumahan atau pasar pembiayaan SMF, ungkap Iskandar, menghadapi risko melemahnya jumlah dan intensitas pembayaran angsuran KPR dari debitur yang diadministrasikan oleh bank penerbit selaku kreditor asal (originator), melemahnya jumlah dan instensitas pembayaran pokok dan bunga yang diteruskan ke investor KIK-EBA dan EBA-SP, melemahnya pengembalian pinjaman dari bank dan perusahaan pembiayaan terhadap pinjaman yang diberikan PPSP hingga risiko melemahnya likuiditas di pasar modal yang ditunjukkan oleh semakin tingginya imbal balik SUN.
“Kondisi ini harus disikapi dengan baik supaya industri perumahan dan properti tidak mengalami resesi atau paling tidak, tidak menghadapi penurunan tajam menghadapi dampak Covid-19. Yang jelas karena PHK dan karyawan banyak yang gajinya dipotong, akan sulit menemukan pembeli di pasar.”
BACA JUGA: Manhattan, Kota Berharga US$3 Triliun Pernah ditukar Pulau Run di Maluku
Pada dasarnya, menurut dia, semua kelompok konsumen perumahan mengalami masalah sehingga perlu melakukan perlindungan terhadap konsumen dari sisi pengelolaan resiko pembiayaan. Tetapi, lanjutnya, yang paling dibutuhkan dan menjadi prioritas adalah perlindungan untuk kelompok MBR dengan pendapatan di bawah Rp5 juta per bulan.
Untuk itu, Doktor Bidang Pembiayaan Perumahan ini memberikan rekomendasi berupa:
A. Inventarisasi Dampak Covid-19 yang membutuhkan Relaksasi dan atau Insentif dengan pertimbangan:
1. Housing stock yang menumpuk sebagai dampak Covid-19 perlu diinvetarisir secara cermat, termasuk dengan menggunakan aplikasi SiKasep yang memiliki data dasar stok rumah tersedia di lapangan dan belum diserap oleh pasar;
2. Pembiayaan Primer Perumahan: Inventarisasi rumah tangga terdampak Covid-19 yang memiliki kewajiban membayar angsuran bulanan di pasar pembiayaan primer perumahan dan Inventarisasi lembaga jasa keuangan terdampak Covid-19 yang memiliki nasabah berpotensi melakukan penundaan pembayaran kewajiban membayar angsuran bulanan.
3. Pembiayaan Sekunder Perumahan: Inventarisasi lembaga jasa keuangan terdampak Covid-19 yang mendapatkan fasilitas pinjaman dari Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) dan berpotensi melakukan penundaan pembayaran kewajiban pengembalian pinjaman; Inventarisasi investor KIK-EBA dan EBA-SP di pasar pembiayaan sekunder perumahan yang berpotensi terdampak Covid-19 karena pembayaran pokok dan bunga tidak bisa dipenuhi sesuai jadwal; dan Invetarisasi imbal-balik Surat Berharga Negara yang berpengaruh atas pembentukan yield bagi penerbitan Surat Utang (Obligasi) SMF dan EBA-SP dalam rangka pelaksanaan program pemberian pinjaman dan Sekuritisasi.
B. Formulasi Kriteria Penerima Relaksasi dan atau Insentif terhadap Kelompok Sasaran (Pengembang, Rumah Tangga, dan Lembaga JasaKeuangan) Terdampak Covid-19
Kejelasan kriteria penerima relaksasi dan atau insentif penting bagi jaminan penyampaian relaksasi dan atau insentif yang diprogramkan Pemerintah sampai ke tangan Kelompok Sasaran.
C. Formulasi Bentuk dan Sistem Delivery Penyampaian Relaksasi dan atau Insentif
Bentuk Relaksasi dan atau Insentif perlu dirumuskan sesuai dampak Covid-19 yang akan ditanggulangi, dibenahi atau dihilangkan, termasuk Prosedur Operasi Standar (SOP) penyampaian relaksasi dan atau insentif kepada kelompok sasaran secara tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, efektif dan efisien.
“Tidak bisa dipungkiri Covid19 sudah dan masih akan memberikan dampak signifikan terhadap pembangunan dan pemenuhan kebutuhan rumah, baik untuk Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah (MBMb), Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) maupun lapisan masyarakat kelas atas lainnya,” katanya lagi.