Beranda Komersial Penjualan Lesu, Developer Siasati Dengan Strategi Block Sales

Penjualan Lesu, Developer Siasati Dengan Strategi Block Sales

0
BERBAGI
Pengembang siasati penurunan permintaan properti dengan strategi untuk menjual dalam skala besar (block sales) dari landbank yang ada. (Foto Kontan)

JAKARTA, tpcom— PT Pemeringkat Efek Indonesia menilai sektor properti masih akan menghadapi tantangan pada tahun ini sebagai dampak naiknya tingkat suku bunga pada akhir tahun lalu dan rendahnya nilai marketing sales yang dicapai para pengembang.

Sementara itu, menurut Analis Pefindo Niken Indriarsih, stimulus yang coba diberikan oleh pemerintah pada tahun ini masih belum bisa signifikan mengerek kinerja sektor properti.

“Kebanyakan masih dari sektor properti. Masih ada tantangan karena tahun ini nampaknya juga tidak seperti yang diharapkan,” jelasnya Rabu (16/5/2019).

BACA JUGA: Tawarkan Hadiah Mobil Fortuner, Gapura Prima Raup Omzet Rp300 Miliar

Analis Pefindo Yogie Surya Perdana menambahkan bahwa tekanan kinerja berasal dari pengembang yang memiliki eksposur tinggi dalam membangun apartemen.

Kondisi tersebut berkaitan dengan kondisi keuangan pengembang apartemen yang harus tetap menyelesaikan pembangunan kendati prapenjualan belum mencapai target seperti yang diharapkan.

Opsi pembangunan pun bisa berasal dari kas internal ataupun pinjaman. Namun, rata-rata pengembang memilih untuk menggunakan pinjaman yang mengakibatkan leverage meningkat.

Kondisi tersebut berbeda dengan pengembang rumah tapak, pembangunannya bisa disesuaikan dengan tingkat prapenjualan.

“Satu lagi pra penjualan properti dua tahun terakhir dimotori oleh real demand. Kalau booming dulu investor,” imbuhnya.

Menurutnya, untuk mengantisipasi penurunan properti, maka banyak pengembang yang berstrategi untuk menjual dalam skala besar (block sales) dari landbank yang ada.

Pefindo pada tahun ini memberikan peringkat atas empat perusahaan properti yakni PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) rating AA- outlook stabil, PT Modern Realty Tbk (MDLN) peringkat A- outlook negatif, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) rating A- outlook negatif dan PT Intiland Development Tbk (DILD) rating BBB outlook stabil.

Adapun untuk BSDE, peringkat dengan tanda minus menunjukkan bahwa peringkat yang doberikan relatif lemah dan di bawah rata-rata kategori. Faktor yang membatasi peringkat tersebut adalah tingginya ketergantungan pada penjualan properti yang sensitive terhadap kondisi makroekonomi.

Di sisi lain, untuk MDLN, penurunan outlook dari stabil menjadi negatif untuk mengantisipasi rasio struktur permodalan dan perlindungan arus kas yang disebabkan oleh pengakuan pendapatan dan marketing sales yang lebih rendah namun tingkat utang yang tinggi. Belum lagi, utang perusahaan ini sebagian besar berupa mata uang asing.

Peringkat tersebut dibatasi oleh struktur permodalan yang agresif dan proteksi arus kas yang lemah. Selain itu, konsentrasi proyek dan kurangnya recurring income hingga risiko dari pengembangan baru di lokasi baru.

Untuk APLN, Yogie menilai outlook ini untuk mengantisipasi leverage keuangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Sebab, perusahaan ini menggantungkan belanja modalnya (capital expenditure/capex) pada pendanaan yang bersifat utang. Kondisi tersebut dinilai kurang menguntungkan di tengah kinerja pra-penjualan yang masih rendah.

Faktor-faktor yang membatasi peringkat tersebut adalah leverage keuangan yang ting berdampak pada lemahnya proteksi arus kas serta risiko eksekusi proyek reklamasi.

BACA JUGA: Luncurkan Hunian Erleseen Tower, Meisterstadt Batam Jadi Saingan Marina Bay Singapura

Sementara itu, DILD mengalami penurunan peringkat dari sebelumnya BBB+ menjadi BBB dengan outlook stabil. Penurunan peringkat ini karena adanya perkiraan profil kredit yang rendah, tetapi tak dibarengi dengan pra-penjualan untuk sejumlah proyek high rise yang sulit meningkat.

Selain itu perusahaan juga masih membukukan kas operasional yang negatif selama lima tahun berturut-turut, meski telah membaik dengan signifikan pada tahun lalu.

Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi DILD Archied Noto Pradono mengatakan sepanjang kuartal I/2019 — kuartal II/2019, nilai prapenjualan yang diraup DILD masih lemah. Namun, DILD meletakkan harapan yang besar pada paruh kedua tahun ini.

“Target kami pada semester II/2019 industri properti lebih bergairah dan ada peningkatan 10% dibandingkan tahun lalu,” jelasnya.

Dia mengatakan strategi perusahaan saat ini adalah fokus melakukan inovasi dengan konsep yang menjadi kebutuhan dan gaya hidup konsumen. Misalnya, kata dia, seperti operasional MRT yang disinergikan dengan proyek DILD untuk aksesibilitas dan koneksitivitasnya.

Tahun ini, DILD menganggarkan belanja modal Rp1,5 triliun, utamanya untuk sejumlah proyek yang telah melakukan pra penjualan seperti 57 promenade serta menyelesaikan proyek Praxis SpazioTower Graha Golf dan Rosebay di Surabaya

Sementara itu, Managing Director CTRA Harun Hajadi mengungkapkan bahwa properti selalu memiliki siklus yang berulang selama periode 5 tahun–6tahun. Membandingkan pada 2008-2013 sebagai periode booming properti di Indonesia telah menghasilkan kondisi kelebihan pasokan.

Kelebihan pasokan itu, kata dia, harus diserap oleh pasar terlebih dahulu, supaya properti bisa mengalami kebangkitan kembali.

“Sejak 2014 sampai 2018 pasar berusaha menyerap kelebihan pasokan tersebut. Pada 2019 ini menurut saya sudah di pengujung down cycle,”terangnya.

Sebagai perusahaan properti yang sudah melantai lama di bursa, yakni sejak 1994, CTRA akan mengutamakan keberlanjutan dalam berbisnis dengan menjaga dan menguasai landbank strategis.

“Karena landbank kan bahan baku kita, jangan sampai pas booming lagi kita tidak punya landbank,” katanya.

Sepanjang 3 bulan pertama tahun ini, perusahaan besutan begawan properti Ciputra telah meraup pra penjualan senilai Rp1,1 triliun. Adapun peluncuran proyek baru oleh CTRA yakni tahap II dari Northwest Park di Citraland Surabaya, dan berhasil mendapatkan marketing sales sekitar Rp432 miliar.

Sumber: Anitana Widya Puspa/Bisnis.com

LEAVE A REPLY