JAKARTA, tpcom- Angka backlog atau kekurangan pasokan rumah bagi penduduk diduga naik tajam jadi 20 juta pada 2020, mendorong calon pasangan presiden Probowo- Sandiaga Uno menghidupkan kembali Kementerian Perumahan Rakyat untuk memperkuat program perumahan rakyat, bilamana mereka memenangkan pilpres 2019.
Keberadaan kementerian khusus yang menangani program perumahan rakyat dianggapnya penting menangani angka backlog rumah yang tak kunjung terselesaikan selama ini sekaligus bentuk komitmen untuk memprioritaskan kebijakan di bidang public housing di Indonesia.
Hal itu diungkapkan oleh Suhendra Ratu Prawiranegara, juru bicara BPN Probowo Subianto- Sandiaga Uno dalam acara Rembuk Nasional:Mengukur Perlunya Kementerian Perumahan Rakyat Pada Kabinet 2019-2024 yang diinisiasi oleh Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada Selasa (5/3).
Dengan kebijakan ini, maka timses Prabowo- Sandi menjanjikan akan memisahkan kembali nomenklatur Kementerian PUPR menjadi Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat.
“Fungsi pekerjaan umum dan perumahan itu beda walau keduanya terkait. Jadi tidak bisa disatukan karena perumahan itu adalah kebutuhan dasar warga negara yang sentuhanya kemanusiaan,” ujar Suhendra yang pernah menjadi staf khusus di kementerian pekerjaan umum pada beberapa tahun yang lalu.
Sedangkan, asosiasi pengusaha bidang perumahan rakyat, Apersi dan Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) mengaku program perumahan menjadi anak tiri dalam kebijakan pemerintahan saat ini. salah satunya itu adalah dileburnya Kementerian Perumahan Rakyat ke Kementerian Pekerjaan Umum menjadi Kementerian PUPR.
Ketua APERSI Junaidi Abdillah mengatakan pembentukan Kementerian PUPR dinilai menjadikan program perumahan rakyat sebagai program anak tiri. “Pemerintah lebih memokuskan programnya untuk pembangunan infratruktur tanpa memperdulikan kepentingan rakyat terhadap perumahan. Kami ingin pemerintahan yang mendatang memberikan perhatian serius untuk perumahan rakyat,” Junaidi dalam acara Rembuk Nasional tersebut.
Tidak hanya soal nomenklatur kementeriannya, dalam pandangan Junaidi, ketidak pedulian itu juga terlihat dari pengurangan anggaran untuk anggaran program perumahan rakyat yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini.
Sementara itu, Endang Kawidjaja, Ketua Umum Himperra, berbeda pandangan soal peleburan organisasi Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian PUPR. Dia tidak mempermasalhak hal ini. Malah menurutnya, ada nilai tambahnya sehingga fakgtor penganggaran bisa lebih besar dan tidak ada lagi ego sektoral di semua elemen yang terkait dengan program perumahan rakyat.
Endang lebih melihat kebijakan regulasi dan perizinan yang cenderung memperberat dan merumitkan iklim usaha di bidang perumahan rakyat.
“Dulu program perumahan selalu mendapatkan prioritas, sekarang jadi kabur. Ada regulasi yang menghambat, seperti bermacam-macam ketentuan, seperti diwajibkannya berbagai sertifikasi yang membuat susahnya berusaha di bidang perumahan rakyat,” ujar Endang Kawidjaja.
Selanjutnya, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia atau REI, Soelaeman Soemawinata, memandang dibentuk kembali atau tidak Kementerian Perumahan Rakyat di pemerintahan mendatang, bukan persoalan substansial dalam memperbaiki program perumahan rakyat.
Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah penajaman program perumahan rakyat dengan memacu menaikan pasokan rumah untuk menutupi angka backlog perumahan.
Dalam hal ini, program ini harus dibuat beriringan dengan menyempurnakan tata ruang kawasan yang mumpuni dan dipenuhi dengan berbagai infrastruktur penunjang seperti air bersih, sanitasi, maupun berdekatan dengan tempat kerja atau berbagai akses yang dibutuhkan oleh masyarakat.