JAKARTA, tpcom- Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) mendesak dilakukan pertemuan segi tiga antara pengembang, penghuni hunian bertingkat dan Gubernur DKI Jakarta untuk mengkaji ulang Pergub DKI Jakarta No.132/2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.
Pergub yang ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap pemilik atau pembeli rumah susun aka apartemen itu, ternyata dinilai oleh P3RSI dan DPD REI Jakarta hanya mengakomodasi kepentingan sepihak penghuni, sehingga mendesak untuk proses koreksi sekaligus disempurnakan kembali.
Sekretaris Jenderal P3RSI, Danang Suryawinata, mengatakan peraturan gubernur tersebut seperti meninggalkan pihaknya setelah pada masa proses penggodokkan ikut dilibatkan.
“Pergub No.132/2018 ini mencewakan kami. Kami memang dilibatkan tapi usulan kami ternyata tidak diakomodasi. Kami anggap aturan ini kurang pas,” begitu Danang berucap dalam konferensi pers di Vio’s Kitchen, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (28/2).
BACA JUGA: Izin Penunjukan Penggunaan Tanah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Dia menduga latar belakang kuatnya dan dominannya kepentingan pemilik unit dalam pergub dimaksud karena desakkan dan keluhan warga penghuni yang datang ke Gubernur Anies Baswedan.
Hanya saja, Danang meminta pemprov dan Gubernur Anies membuka ruang untuk revisi aturan itu dengan mendengarkan juga persoalan yang dihadapi oleh pengembang dan PPRS dalam dinamika kehidupan di lingkungan apartemen dan rumah susun bertingkat.
Ketua DPD REI DKI Jakarta, Amran Nukman, menilai ada lubang yang merugikan pengembang apartemen atau rumah susun dalam pergub yang dipersoalkan.
Dia memberi contoh pergub itu tidak mempertimbangkan satuan apartemen yang belum terjual penuh. “Ada apartemen dibangun dengan kapasitas 300 unit, lalu terjual cuma 100 unit. Jelas tidak bisa diserahkan kepada warga penghuni yang baru 100 unit. Jelas ini perlu campur tangan pengembang yang masih punya dua pertiga dari total unit yang ada. Lalu juga soal hak suaranya jelas tak adil kalau satu pemilik punya satu suara untuk kasus model ini.”
Untuk itu, Amran berharap pergub itu bisa direvisi lagi dengan memasukan jawaban-jawaban yang diperlukan untuk persoalan yang belum terjamah oleh isi pergu tersebut.
“Minta gubernur DKI mendengarkan pengembang juga, setelah bertemu warga penghuni rumah sususn atau apartemen. Pengembang bertugas membangun, lalu diserah terimakan kepada pembeli dan lingkungannya diserahkan ke pemda. Lalu pengelolaannya diserahkan kepada penghuni melalui perhimpunan penghuni. Peran pengembang tentu tetap penting, pengembang memfasilitasi pembentukan PPRS,” kata Amran.
Sebagai catatan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 132 tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik dimaksudkan untuk memberi angin segar bagi para pemilik hunian di apartemen.
Selama ini, dinilai kepemilikan dan pengelolaan apartemen sebagai rumah susun sederhana milik (rusunami) lebih cenderung diberikan kepadan pihak pengembang. Hal itu disangkakan menimbulkan permasalahan dalam pembentukan pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang tak kunjung usai.
Lalu muncul Pergub No. 132/2018 yang memberi kuasa pengelolaan apartemen atau rusunami diberikan kepada para pemilik dan penghuni apartemen tersebut. Pembentukan P3SRS dilakukan dengan cara satu nama satu suara (one name one vote) tidak lagi berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP).
Hal inilah yang kemudian dirasakan oleh pengembang dan P3RSI kental bermuatan kepentingan satu pihak, yaitu pemilik unit dan mengabaikan kepentingan pengembang.