JAKARTA, tpcom- Investasi proyek properti kelas menengah atas di Indonesia dianggap tetap menjanjikan oleh investor untuk horison jangka panjang, karena tingginya pertumbuhan populasi kelas menengah atas dan didukung oleh prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap menjanjikan.
Tak pelak Indonesia menjadi negara tujuan utama untuk berbisnis oleh pengembang global yang mengejar peluang bisnis di kelompok emerging market.
Menurut Doddy Tjahjadi, CEO Crown International Indonesia– pengembang asal Australia yang didirikan oleh Iwan Sunito-WNI, Indonesia tetap menarik untuk kegiatan investasi bagi Crown karena prospek perekonomiannya yang menjanjikan untuk horison investasi jangka panjang.
“Ini terlepas dari persoalan memburuknya makro ekonomi yang dialami Indonesai saat ini sebagaimana juga dialami oleh negara negara emerging market. Indonesia tetap menarik. Kami malah akan mulai membangun proyek waterfront di Ancol yang bekerjasama dengan BUMD DKI [PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.],” ujarnya dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Perumahan Rakyat di Jakarta, Rabu (19/9). Diskusi itu sendiri mengambil tema: Potensi Investor & Pengembang Asing Bagi Pertumbuhan Industri Properti Indonesia.
BACA JUGA: Hary Tanoe Bangun Proyek ‘Hollywood’ Indonesia di Lido, Tahun ini
Seperti dilansir Kompas.com, rencana investasi Crown Group dengan Jaya Ancol tersebut memiliki estimasi gross development value (GDP) senilai Rp7 triliun. Proyek terpadu seluas 10 hektare dalam kawasan rekreasi Ancol itu mencakup apartemen 3.000 unit, perkantoran, hotel, dan pusat belanja, serta properti komersial untuk para penghuni.
Dalam pandangan Doddy, Indonesia memiliki potensi pasar yang menarik dan menguntungkan bagi sejumlah pengembang luar negeri sehingga mencoba untuk masuk manggarap potensi tersebut.
Hal yang lebih sama diutarakan oleh Kentaro Tani, Presdir Sakura Project Management asal Jepang. Menurut dia, pengembang dan investor Jepang tertarik dengan perkembangan ekonomi Indonesia yang terus tumbuh cukup tinggi dibandingkan dengan perekonomian Jepang yang sudah masuk dalam fase stagnan.
“Kondisi perekonomian Jepang tidak mungkin lagi tumbuh tinggi sehingga pengusaha Jepang mencoba pergi ke negara negara Asia dan emerging market. Indonesia adalah tujuan utama untuk investasi pengusaha Jepang, termasuk untuk sektor properti,” ujarnya dalam acara yang sama.
Dia menyakini investasi Jepang makin besar di sektor properti di Indonesia karena pengusaha Jepang sangat mengenal Indonesai sejak lama.
Hanya saja, lanjutnya, pengusaha Jepang sangat prudent dalam melakukan investasi properti di Indonesia. Dia memberi contoh pengembang atau investor Jepang baru berani mengeluarkan pembiayaan untuk proyek properti kalau perizinan sudah beres, seperti Izin Mendirikan Bangunan.
Sedangkan, Noor Fuad Fitrianto, Kasubdit Kawasan Ekonomi BKPM, mengakui investasi di subsektor Perumahan, Kawasan Industri & Perkantoran dan Hotel & Restoran menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan investasi sektor tersier atau sektor jasa atau industri jasa dengan total kumulasi selama 2014- 2018 hingga triwulan I masing-masing Rp 202,5 triliun dan Rp 63,8 triliun.
Angka itu menunjukkan investasi sektor properti memberi kontribusi hingga 24% dalam investasi sektor tersier. Perinciannya adalah sekitar 99% didominasi oleh proyek real estate yang dimiliki sendiri atau disewa, dimana kawasan industri dimasukan dalam perhitungan ini.
“Investasi tahun 2017 sebesar Rp55,6 triliun atau tumbuh 36% secara year on year. Hingga semester I tahun ini, investasi sektor properti mencapai Rp43,4 triluun atau sudah melampaui total investasi pada tahun 2016. Peta investasi properti ini didominasi oleh PMA dengan porsi rata-rata 70%,” ujarnya.