JAKARTA, tpcom- Sebanyak 34% dari 350 developer yang menjadi member REI Jakarta yang menggarap proyek di Jabodetabek dan sebagian kota di tanah air memiliki keyakinan pasar properti 2018 lebih baik dibandingkan dengan capaian tahun lalu.
Sedangkan, 55% lagi menganggap kondisi pasar tahun ini tidak akan jauh berbeda dengan apa yang telah mereka capai di tahun 2017.
Angka statistik dan persepsi itu adalah hasil survei yang dilakukan oleh Akademi Realestat- lembaga pendidikan yang dibentuk oleh REI DKI Jakarta soal perkembangan industri real estate terhadap sekitar 350 pengembang yang menjadi membernya.
Pelaksanaan survei itu dilakukan dalam rentang waktu Februari hingga April 2018 yang berarti luput memotret kondisi makro ekonomi yang bergejolak pada Mei terkait dengan tren lonjakan nilai kurs rupiah terhadap US$ dan rencana kebijakan penaikkan tingkat suku bunga kredit oleh Bank Indonesia.
Ketua DPD REI DKI Jakarta Amran Nukman mengatakan hasil survei yang dilakukan oleh Akademi Realestat memberikan gambaran bahwa pengembang masih bersemangat untuk menggarap proyek properti yang didukung dengan upaya penyediaan capex dalam nilai cukup besar.
Capital Expenditure atau dana investasi sebagai biaya bisnis yang dikeluarkan untuk menciptakan produk yang dijual ke pasar atau pembeli
“Mayoritas tetap merencanakan pengembangan perumahan sederhana, menengah atas dan apartemen dengan prioritas kebutuhan infrastruktur, seperti air bersih dan jalan,” ujarnya saat pemasaran risalah hasil survei tersebut di Jakarta, Rabu malam (23/5).
Baca juga: Izin Penunjukan Penggunaan Tanah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Pengembang member REI Jakarta sebanyak 24% menyediakan capex pada tahun ini sebesar Rp101 miliar- Rp300 miliar, sebanyak 22% pengembang menyediakan capex nilainya lebih dari Rp900 miliar. (Lihat grafik)
Keyakinan terhadap kondisi pasar properti 2018 yang lebih baik itu, menurut Amran, akan menggerakkan kegiatan ekonomi di 175 industri terkait dengan proyek properti, seperti semen, material, besi, cat, keramik hingga pembiayaan.
Sedangkan, Chandra Rambey, Wakil Ketua DPD REI DKI Jakarta yang juga menjadi penanggungjawab kegiatan survei tersebut, mengatakan riset itu dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengumpulan data primer, berupa survei melalui penyebaran kuesioner atau wawancara.
“Tujuan survei itu sendiri adalah untuk mengetahui siapa responden, apa yang dipikirkan dan dirasakan, atau kecendrungan suatu tindakan yang diambil oleh responden yang berasal dari kalangan sekitar 350 pengembang yang menjadi anggota DPD REI Jakarta,” ujarnya.
Sorotan Terhadap Perizinan di DKI
Menurut Amran, proses perizinan di Jakarta dirasakan lebih berat bagi pengembang dibandingkan dengan wilayah lain di Jabodetabek, sehingga hal itu dianggap menjadi hambatan besar dalam menjalankan bisnis properti.
“Sebanyak 60% responden menyatakan lebih mudah memperoleh perizinan di luar DKI Jakarta dalam proses menjanalankan bisnis properti.”
Sebenarnya tidak hanya soal perizinan di DKI yang dikeluhkan responden dalam hasil survei terhadap pengembang member REI Jakarta tersebut. Tetapi, lanjut Ketua DPD REI DKI Jakarta itu, pengembang merasakan industri real estate juga sangat terdampak oleh kebijakan pemerintah pusat di bidang perpajakan perijinan dan suku bunga kredit.
“Pengembang ingin pemerintah melakukan perbaikan yang sungguh-sungguh terhadap iklim investasi dan berusaha agar proyek bisa berjalan dengan baik,” ujar Amran lagi.