TPCOM, JAKARTA- Perbankan dan Developer perlu melakukan terobosan dari sisi bisnis masing-masing untuk memperkuat daya beli konsumen terhadap produk properti yang dipasarkan kepada mereka.
Sedangkan tren kredit properti per Maret 2017 berbanding dengan realisasi Agustus 2016 menunjukan pertumbuhan kredit paling tinggi dikucurkan oleh perbankan pada kredit modal kerja dalam bentuk kredit konstruksi dengan kenaikan 21,56%, real estate sebesar 19,56%, dan KPR sebesar 7,95%.
Menurut Sutadi Prayitno, Executive Vice President PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, perbankan perlu membuat berbagai macam terobosan dari sisi pembiayaan sehingga meningkatkan kemampuan konsumen dalam mengakses pembiayaan berdasarkan daya cicil kredit.
Beberapa pola kredit yang dikembangkan terkait pembiayaan tersebut, di antaranya bunga rendah fixed dua tahun atau progresif terbatas hingga lima tahun pertama yang kemudian baru masuk mengenakan bunga komersial pada tahun keenam.
“Jadi tahun-tahun pertama itu biar mengasih bunga rendah dulu agar konsumen kuat mencicil kredit. Ambil untung penuhnya mungkin pada tahun kelima atau keenam. Kami misalnya [BRI] ada program bunga dua tahun pertama 8,75%, lalu tahun ketiga atau keempat baru dikenakan bunga 12% atau 13% saat penghasilan debitur sudah meningkat seiring kenaikan gaji mereka,” ujar Sutadi saat menjadi salah satu pembicara dalam acara Indonesia Housing Forum dengan tema Peluang & Tantangan Industri Properti di Jabodetabek Pada Semester II/2017 di Hotel Ambhara, Jakarta, Selasa (23/5).
Forum ini digelar oleh Majalah Housing Indonesia dan Majalah Ikreatif dengan mengandeng jumlah pihak dari kalangan pemangku kepentingan di Industri properti nasional.
Sutadi optimistis pasar properti pada 2017 memasuki fase upswing, dimana minat pasar mulai kembali bergairah untuk membeli properti, terutama hunian.
Dalam hal ini, lanjutnya, kelompok pasar kelas menengah dan bawah akan menjadi pengendali tren permintaan.
“Potensi properti terbesar di sektor Kawasan industri, perumahan, apartemen menengah bawah, mall, dan hotel. Sedangkan perkantoran, apartemen dan perumahan mewah berada dalam zona merah disebabkan persaingan pasar yang sangat ketat dan pasar yang telah jenuh.”
Sedangkan Bambang Sumargono, Direktur Pemasaran Kingland Avenue, mengatakan pengembang memang memiliki kepentingan untuk terus menjaga kemampuan beli konsumen.
Menurut dia, ada dua cara yang dilakukan oleh pengembang untuk menaikan daya beli konsumen, yaitu menyesuiakan ukuran dan kapasitas produk agar sesuai dengan permintaan pasar dan menciptakan gimmick pemasaran dari sisi skim pembiayaan.
“Kami melihat produk yang bisa dijangkau oleh kebanyakan konsumen adalah rumah harga Rp350 juta maka kami bangun produk dengan harga pada kisaran tersebut. Kemudian kami bantu dengan pola tanpa uang muka,” ujarnya.
Developer sendiri banyak yang melakukan penguatan daya beli pasar dengan cara memberikan keringanan pembayaran, diskon harga, dan gimmick pemasaran lainnya.
Sutadi menambahkan program kolaborasi antara pengembang dan perbankan bisa membantu mendorong penguatan daya beli masyarakat.
“Pengembang dengan bank bisa membuat paket insetif seperti program subsidi bunga pada tahun pertama, bunga rendah sampai lima tahun pertama, atau bebas biaya propisi dan administrasi. hal ini akan sangat membantu penguatan daya beli konsumen properti,” ujarnya.
Tiga Kebijakan Pendorong Permintaan Properti
Menurut Sutadi lagi, setidaknya ada tiga kebijakan pemerintah dan regulator yang mendorong tumbuhnya permintaan properti di pasar.
Ketiga kebijakan itu adalah tax amnesty yang akan masih memberikan efek kenaikan penjualan properti dalam 2-3 tahun ke depan lantaran masih adanya dana repatriasi yang belum dibelanjakan atau ditempatkan oleh pemiliknya.
Kedua, relaksasi Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) yang mendorong permintaan sektor perumahan dan membantu percepatan proyek pengembang.
Ketiga, Kebijakan paket ekonomi yang dibuat Presiden Joko Widodo, dimana tujuh dari 14 paket ekonomi Jokowi-JK bersentuhan dengan industri properti. Paket kebijakan ekonomi tersebut, diantaranya kemudahan kepemilikan asing, penghapusan pajak ganda REIT, properti & infrastruktur, dan kelonggaran perizinan.