Beranda Regulasi Jakarta & Kota Utama RI Perlu Perda Komersialisasi Ruang Bawah Tanah

Jakarta & Kota Utama RI Perlu Perda Komersialisasi Ruang Bawah Tanah

0
BERBAGI
Render proyek MRT Jakarta yang kini pembangunannya tengah dikebut pemerintah. (Dok. MRT Jakarta diolah)

TPCOM, JAKARTA- Ibukota Jakarta dan sejumlah kota besar lain di Indonesia sudah mendesak butuh Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengatur pemanfaatan ruang bawah tanah bagi kepentingan bisnis properti dan komersial.

Kasus di Jakarta sangat terasa saat dimulainya pembangunan proyek Jakarta Mass Rapid Transit (Jakarta MRT) yang sebagian jalurnya menggunakan akses terowongan bawah tanah dengan kedalaman berkisar 10 meter dan juga kebutuhan untuk membangun sarana pendukung bawah tanah yang bersifat komersial.

“Pas saya menjabat sebagai Plt Gubernur DKI, merasakan itu. Jakarta belum punya regulasi soal pemanfaatan ruang bawah tanah. Proyek MRT justru butuh itu. Bahkan ada pengusaha yang minta mau buat kamar hotel dan mal di bawah tanah. Mereka mau membuat lantai minus satu sampai tiga yang berada di kedalaman tanah [dibawah permukaan tanah]. Tapi tidak saya kasih,” ujar Sumarsono, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri dalam diskusi yang digelar oleh Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang bertajuk ‘Kupas Tuntas Dua Tahun Program Sejuta Rumah‘ di Hotel Ibis, Jakarta pada Selasa (9/4/2017).

Dia menilai Jakarta sudah harus membuat perda soal komersiallisasi ruang bawah tanah yang semakin dibutuhkan dalam pembangunan Ibukota. Tidak hanya untuk kebutuhan komersial, lanjutnya, Perda RTRW Ruang Bawah tanah itu dibutuhkan untuk semua kegiatan pembangunan yang akan memanfaatkan ruang bawah tanah.

Ruang stasiun dan mal di bawah tanah. (Dok. M3laqnawawi.wordpress.com)

Kota Besar Bakal Banyak Menggunakan Ruang Bawah Tanah

Sumarsono menyakini di masa mendatang akan banyak kota-kota utama di Indonesia yang akan memanfaatkan ruang bawah tanah untuk kepentingan komersial maupun non komersial.
Untuk itu, lanjutnya, Perda RTRW Ruang Bawah Tanah tidak hanya dibutuhkan oleh Jakarta, tetapi juga bagi kota besar lain, seperti Bandung, Surabaya, Medan, Makassar dan sejumlah kota metropolitan lainnya.

Terkait dengan ini, seperti dilansir oleh Mediatataruang.com, Direktorat Pendaftaran Hak Tanah dan Guna Ruang BPN RI menyatakan bahwa perlu pengaturan lebih lanjut setingkat Undang-Undang (UU) tentang hak guna ruang atas tanah maupun hak guna ruang bawah tanah, seperti halnya jenis hak atas tanah yang diatur di dalam pasal 16 UUPA. Hal ini guna memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum atas pemegang hak guna ruang tersebut.

Hotel Kuari InterContinental Shimao, Kompleks bawah tanah bernilai £345 juta di kaki Gunung Tianmenshan di Songjiang, Shanghai. Dirancang oleh Atkins, arsitek yang juga mengerjakan Burj Al Arab yang terkenal itu. (Dok. Hmetro.com.my)

Ketentuan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta

Ketentuan Ruang Bawah Tanah di DKI Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 167 Tahun 2012 Tentang Ruang Bawah Tanah mengatur antara lain mengenai pemanfaatan, pengelolaan dan pengusahaan ruang bawah tanah DKI Jakarta.

Ruang bawah tanah adalah ruang di bawah permukaan tanah yang menjadi tempat manusia beraktivitas. Pemanfaatan ruang bawah tanah harus dilaksanakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi serta Masterplan Pengembangan Kawasan dan Panduan Rancang Kota pada lokasi kegiatan pemanfaatan ruang dimaksud.

Dalam Pasal 4 Ruang bawah tanah dangkal, merupakan ruang di bawah permukaan tanah sampai dengan kedalaman 10 m (sepuluh meter). Ruang bawah tanah dalam, yaitu ruang di bawah permukaan tanah dari kedalaman di atas 10 m (sepuluh meter) sampai dengan batas kemampuan penguasaan teknologi dalam pemanfaatan Ruang Bawah Tanah atau batasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan .

Kegiatan yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dangkal yaitu: (i) akses stasiun Mass Rapid Transit, yaitu angkutan massal yang berbasis pada jalan rel yang memanfaatkan jalur-jalur khusus (MRT), (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas, (iv) kawasan perkantoran, (v) fasilitas parkir, (vi) perdagangan dan jasa, (vii) pendukung kegiatan gedung di atasnya dan (viii) pondasi bangunan di atasnya. Kegiatan yang diperbolehkan pada Ruang Bawah Tanah Dalam yaitu: (i) sistem MRT, (ii) sistem jaringan prasarana jalan, (iii) sistem jaringan utilitas dan (iv) pondasi bangunan gedung di atasnya.

Setiap badan usaha yang akan memanfaatkan Ruang Bawah Tanah terlebih dahulu harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang bawah tanah dari Pemerintah Daerah. Izin pemanfaatan ruang bawah tanah adalah izin yang diberikan untuk dapat memanfaatkan Ruang Bawah Tanah dengan batas dan luas tertentu sebagai pengendalian pemanfaatan ruang bawah tanah. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. [Lebih lanjut bisa dibaca: Hak Guna dan Pemanfaatan Ruang di Atas dan Bawah Tanah]

LEAVE A REPLY