Sebulan terakhir, kita disuguhi oleh berita besar tentang keruntuhan (bangkrut) WeWork Companies LLC.
Sebuah perusahaan bervisi maju sebagai penyedia ruang kerja bersama, termasuk ruang bersama fisik dan virtual yang berkantor pusat di New York City. WeWork ini bernilai sekitar US$47 miliar atau berkisar Rp733,2 trililiun.
Kebangkrutan perusahaan yang berdiri mulai 2010 dan dimiliki oleh SoftBank Group ini menguncang dunia bisnis dan investasi global karena berdampak negative bagi banyak perbankan di Eropa maupun AS dalam kaitan kelanjutan bisnis pembiayaan dan investasi yang sudah ditanam di perusahaan manajemen dan operator real estate tersebut.
Ada hampir 600 properti sewa komersial yang dikelola perusahaan dan itu akan membuat mitra developer dan owner proeprti berikut bank yang bertanggung jawab dalam bisnis itu akan menerima tanggungjawab untuk membayar tagihannya.
Dalam hal ini, real estat komersial menyumbang 30% dari pinjaman bank dengan nilai ditaksir mencapai US$300 miliar. Kebangkrutan WeWork benar-benar memunculkan kekacauan dalam industri properti dan perbankan di AS. Ini adalah sejarah kebangkrutan bisnis masa depan yang lahir baru dalam masa seumur jagung.
BACA JUGA: CoWorking Space: Mimpi Kolega Bawa Usaha Kecil Naik Level Ke Global Market
WeWork adalah perusahaan yang menjalankan model bisnis manajemen estate sewa hybrid yang mengombinasikan ruang estate fisik dan estate maya. Pada awalnya kemunculan mode bisnis ini dianggap sebagai model bisnis yang hebat dan menjadi jawaban adalah kemajuan dunia yang masuk kea lam digital atau maya. Bisnis manajemen estate model ini berkembang biak di banyak Negara, termasuk Indonesia.
Meruyaknya bencana Covid-19, seakan menjadi momentum makin berkibarnya bisnis sewa ruang digital, tapi menghancurkan sisi bisnis lainnya, yaitu sewa ruang fisik.
Lalu kenapa WeWork bangkrut? Menurut data Crunchbase, SoftBank telah menyuntik dana ke start up WeWork hingga US$10,4 miliar. Investasi terakhir dari SoftBank mencapai US$2 miliar.
“Setidaknya, ada US$10 miliar hingga US$11 miliar yang SoftBank investasikan di WeWork,” ujar Atul Goyal, Analis Riset Ekuitas Teknologi di Jefferies. Valuasi WeWork disebut-sebut turun dari US$47 miliar menjadi tersisa hanya US$10 miliar. Dalam hal ini, menurut analis keuangan, SoftBank akan rugi jika valuasi start up tersebut turun di bawah US$10 miliar.
Apa yang dialami oleh WeWork memunculkan kesadaran baru di kalangan investor institusi maupun individu bahwa investasi dengan mengandalkan trik bakar uang tidak menguntungkan. Bahkan hanya akan menjadi langkah memulai bencana keuangan dalam jangka panjang.