TPCOM, JAKARTA – Wacana pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta kembali mencuat dan menghangat dalam sepekan terakhir ini, dengan berbagai spekulasi dan kemungkinan yang digali oleh banyak pihak dari berbagai latar belakang kompetensi.
Isu ini menjadi bola panas karena disuarakan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan ditindak lanjuti oleh Bappenas selaku lembaga think thank negara dalam melakukan perencanaan strategis pembangunan nasional.
Ada sikap skeptis dan ada pula dukungan terhadap wacana lama yang kembali ‘digoreng’ itu. Dari sisi sikap skeptis muncul praduga pemindahan pusat pemerintahan Republik Indonesia tersebut ditunggangi oleh kelompok bisnis yang bakal mendapatkan keuntungan dari kebijakan tersebut. Misalnya ada dugaan pemindahan itu dilakukan ke lokasi yang lahannya sudah dikaveling oleh pengusaha kelompok kepentingan yang bermain. Sehingga pemindahan itu nantinya akan menjadi monopoli ekonomi bagi kelompok pengusaha tertentu.
Sedangkan dari sisi kelompok pendukung ide pemindahan melihatnya sebagai peluang untuk membangun epicentrum ekonomi baru dalam sistem pembangunan nasional. Langkah awal untuk memulai menciptakan keadilan dan pemerataan pembangunan di wilayah baru yang akan menjadi kawasan Ibukota baru tersebut.
Terkait dengan perkembangan sikap skeptis dan dukungan terhadap wacana pemindahan ibukota negara ini, ada dua pendapat menarik dari pengamat properti dan pakar perumahan dan pemukiman.
M Jehansyah Siregar, Pakar Perumahan dan Pemukiman dari Institut Teknologi Bandung– mengatakan Bappenas perlu menyiapkan lima calon lokasi Ibu Kota baru agar tidak menjadi spekulasi ekonomi oleh kelompok kepentingan maupun kelompok pengusaha.
“Pada saat menetapkan lokasi definitif pembangunan ibukota baru maka presiden kepala negara tidak boleh membocorkannya kepada siapapun termasuk anak dan istrinya. Itulah yang dilakukan Perdana Menteri Mahathir [Muhammad] di Malaysia ketika menetapkan lokasi pembangunan Ibu Kota Baru Putra Jaya,” ujarnya, hari ini.
Jehan juga dikenal menjadi salah satu pakar dalam kelompok Visi Indonesia 2033 bersama Andrinof Chaniago yang mewacanakan pemindahan Ibukota negara ke Kalimantan dengan tujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Dia meminta pemerintah menyiapkan dengan matang wacana itu sebelum dieksekusi menjadi kebijakan nyata di lapangan. Persiapan matang itu penting karena pemindahan ibukota tersebut merupakan program besar dan membutuhkan persiapan yang panjang agar tidak menjadi proyek gagal.
Hal itu, lanjutnya, termasuk proses pematangan regulasinya akan yang menjadi dasar dalam melaksanakan kebijakan yang akan memberikan dampak besar bagi tata pemerintahan di republik ini.
Redam Spekulasi, Ada Ruang Untuk Hunian Rakyat
Sementara itu, Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW) mengingatkan agar kebijakan pemindahan ibukota negara tidak menjadi spekulasi yang hanya menciptakan kawasan elit baru tapi gagal dalam membangun kawasan yang harmoni.
Menurut dia, rencana pemerintah ini tidak main-main karena akan memindahkan pusat pemerintahan dengan membentuk kota baru dengan luas kawasan mencapai 30.000 hektare. Sebagai pembanding, tuturnya, BSD City yang dikembangkan oleh Sinar Mas Grup memiliki luas kawasan pengembangan 6.000 hektare yang belum juga rampung setelah 30 tahun dibangun.
Dalam hal ini, Ali mendesak pemerintah untuk dapat merancang tata ruang khusus untuk pengembangan rumah rakyat dalam kawasan yang akan dijadikan sebagai pusat pemerintahan baru. Dia menganggap hal itu sebagai salah satu syarat untuk menjadikan sebuah kawasan perkotaan menjadi ideal, dimana ada ruang untuk bermukim bagi kalangan menengah bawah dan rakyat kecil. “Sampai saat ini belum ada kota yang betul-betul mengakomodir peruntukan khusus untuk perumahan rakyat.”
Dia menilai kepastian penyediaan ruang atau kawasan untuk peruntukan perumahan rakyat juga bisa menjadi peredam aksi spekulasi lahan di area ibukota negara yang baru tersebut.
Selain itu, sebagai langkah awal ke arah itu, tutur dia, tata ruangnya harus dipersiapkan menjadi kawasan-kawasan strategis yang dapat dijadikan sebagai pusat pemerintah dalam skala yang lebih kecil dan bertahap.
Sebelumnya, Rabu (05/07), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan telah mendapatkan arahan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk menyiapkan rencana pemindahan ibukota negara.
Menurut dia, Presiden Jokowi untuk melakukan kajian yang lebih mendalam dan harapan Presiden agar kota yang dipilih itu mencerminkan model kota yang ideal buat Indonesia.
Sebagaimana dilansir Kompas.com, Bambang memastikan kota yang akan dijadikan ibu kota baru berada di luar Jawa. Hal ini dilakukan untuk pemerataan pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa.
Bambang menargetkan kajian pemindahan ibu kota rampung tahun ini dan tahun 2018 dimulai kegiatan pemindahan ibu kota. Dengan demikian, pemerintah juga harus membangun infrastruktur dan perkantoran pemerintahan di lokasi ibu kota baru.
Salah satu contohnya adalah Kantor Kepresidenan. Pemerintah butuh waktu sekitar 3-4 tahun untuk membangun infrastruktur di ibu kota baru.